Pascatsunami 2018, pandangan masyarakat Sebesi perlahan mulai berubah dalam melihat Anak Krakatau dari berkah yang menghasilkan uang menjadi ancaman yang bisa menimbulkan bahaya
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan masyarakat di Pulau Sebesi di Provinsi Lampung sudah mulai membangun dan memperkuat kesadaran untuk tanggap bencana pascatsunami 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau.

"Pascatsunami 2018, pandangan masyarakat Sebesi perlahan mulai berubah dalam melihat Anak Krakatau dari berkah yang menghasilkan uang menjadi ancaman yang bisa menimbulkan bahaya," kata peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI Devi Riskianingrum dalam webinar dengan tema Mengenang Letusan Krakatau 1883: Pengetahuan Lokal dan Upaya Pengurangan Resiko Bencana di Selat Sunda di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan meski telah terjadi letusan Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883 yang memicu tsunami yang menyebabkan Pulau Sebesi hancur dan menyebabkan seluruh penduduknya hilang, masyarakat setempat masih menganggap gunung itu sebagai berkah karena tanah menjadi subur akibat kejadian itu.

Ketiadaan bencana besar selama 138 tahun, kata dia, menyebabkan hilangnya memori bencana tsunami pada masyarakat Sebesi.

Pulau Sebesi adalah pulau yang posisinya hanya 20 kilometer atau sekitar 10,7 mil laut dari Gunung Krakatau.

Menurut dia kenyataan bahwa masyarakat Sebesi saat ini merupakan masyarakat pendatang menyebabkan semakin samarnya memori bencana di Pulau Sebesi. Apalagi, tidak ada tradisi narasi tentang kejadian bencana itu untuk mengingatkan warga terhadap peristiwa besar itu.

Perkebunan pun, katanya, membuat Pulau Sebesi dihuni kembali oleh masyarakat sekitar pada periode 1930-an. Saat ini budaya yang dominan di Sebesi adalah budaya Jawa-Serang dan Lampung Selatan.

Selain ittu, katanya, erupsi Anak Krakatau juga menjadi daya tarik kegiatan pariwisata karena menjadi fenomena langka sehingga wisatawan datang ke tempat itu, dan pada gilirannya memberikan peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Selanjutnya pada 1991 Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan Festival Krakatau sebagai acara tahunan yang mampu menjadi penguat perekonomian yang membantu masyarakat. Saat festival itu berlangsung, sekitar 1.000 orang akan bermalam di Pulau Sebesi untuk mengunjungi Anak Krakatau keesokan harinya.

Namun, katanya, tsunami 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau menjadi titik balik perubahan cara pandang masyarakat Sebesi terhadap Anak Krakatau dari berkah menjadi ancaman yang bisa menimbulkan bahaya.

Tsunami 2018 berhasil membangun kesadaran bencana di Pulau Sebesi. Itu ditunjukkan dari pengetahuan arah evakuasi ke gunung Sebesi, yang berarti jika mulai ada aktivitas Gunung Anak Krakatau yang mengancam, masyarakat saat ini sudah paham untuk pergi ke gunung Sebesi.

Masyarakat juga mulai memperhatikan ombak, kondisi alam, dan fenomena alam yang terjadi di Gunung Anak Krakatau. Bahkan saat ini, ada seorang "datuk ombak" yang setiap hari memperhatikan ombak terutama pada saat bulan purnama.

Saat tercium bau belerang yang sangat keras, menurut dia, warga setempat segera memberikan pesan singkat lewat media sosial kepada keluarga, saudara, dan warga setempat.

Kejadian tsunami itu menimbulkan ketakutan pada masyarakat mulai dari ketakutan terjadi kembali tsunami yang lebih besar, ketakutan Anak Krakatau meletus kembali serta ketakutan gempa besar.

Namun demikian, penduduk tetap memilih bertahan di Pulau Sebesi karena terutama aspek ekonomi yaitu mempertahankan lahan pertanian dan rumah mereka.

"Nampaknya tidak ada trauma yang dalam pada masyarakat Sebesi akibat tsunami 2018, justru mereka kemudian meresponsnya dengan membangun sebuah kewaspadaan serta berpasrah pada nasib karena mereka berpikir bahwa ajal bisa terjadi di mana saja bukan hanya karena tsunami tapi juga karena sakit, umur dan sebagainya," demikian Devi Riskianingrum.

Baca juga: Warga korban tsunami Pulau Sebesi perlu bantuan

Baca juga: 1500 warga Pulau Sebesi dan Sebuku dievakuasi

Baca juga: Selvi melahirkan bayi perempuan setelah dievakuasi dari Pulau Sebesi

Baca juga: Seluruh warga Pulau Sebesi sudah diungsikan


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021