Dengan demikian dampaknya akan terasa terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah karena sebelum ada LCS, perdagangan barang dan jasa, termasuk investasi ke luar negeri dan lain-lain, seperti pembayaran remitansi hingga pembayaran transfer dividen memaka
Jakarta (ANTARA) - Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Rahmatullah Sjamsudin mengatakan bahwa kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) akan menurunkan kebutuhan akan dolar AS di Tanah Air.

"Dengan demikian dampaknya akan terasa terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah karena sebelum ada LCS, perdagangan barang dan jasa, termasuk investasi ke luar negeri dan lain-lain, seperti pembayaran remitansi hingga pembayaran transfer dividen memakai dolar AS," jelas Rahmatullah dalam taklimat media secara daring di Jakarta, Rabu.

Saat ini, ia menilai kebutuhan dolar AS cukup tinggi karena merupakan musim pembayaran dividen, musim keluarnya arus modal asing, dan waktunya pembayaran kewajiban di luar negeri, sehingga LCS membuat kebutuhan tersebut menurun.

Baca juga: BI: Kerja sama mata uang lokal capai 1,2 miliar dolar AS per Juli 2021

Selain itu, terdapat beberapa keuntungan lain dengan adanya transaksi LCS, yakni membuat biaya transaksi dua negara menjadi lebih murah karena tidak perlu lagi mengonversi mata uangnya terlebih dahulu ke dolar AS.

"Jadi langsung kalau importir Indonesia mau beli ringgit Malaysia untuk membayar barang bisa langsung ke bank ACCD LCS, sehingga tidak perlu lagi beli dolar AS terlebih dahulu, begitu pula sebaliknya," ucap Rahmatullah.

Kemudian, ia menuturkan terdapat pula keuntungan lainnya, yaitu unsur lindung nilai yang memperbolehkan pelaku usaha melakukan hedging menggunakan beberapa instrumen, termasuk Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

Baca juga: RI dan China mulai implementasi kerja sama mata uang lokal

Dengan LCS ketentuan threshold pembelian para pelaku usaha juga lebih fleksibel, contohnya threshold transaksi LCS dengan baht Thailand dan ringgit Malaysia sampai dengan 200 ribu dolar AS tidak perlu menggunakan underlying, serta yen Jepang sampai dengan 500 ribu dolar AS.

"Tetapi dengan Tiongkok karena di sana ketat semua transaksi tetap harus menggunakan underlying," tegasnya.

Ia mengatakan beberapa bank ACCD pun kini juga memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk melakukan transaksi LCS secara daring.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021