Depok (ANTARA) - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Dr. Taufik Asmiyanto, M.Si., mendirikan Armanesia.com, yang merupakan usaha rintisan dalam bidang kearsipan dengan mengusung inovasi teknologi blockchain.

"Teknologi blockchain belakangan ini mulai dilirik oleh banyak perusahaan multinasional hingga usaha rintisan (startup), " kata Taufik Asmiyanto di Depok, Sabtu.

Taufik menjelaskan Armanesia.com sebagai sebuah usaha rintisan hadir untuk menawarkan solusi dan inovasi atas masalah arsip dan dokumen dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan berbasis InterPlanetary File System (IPFS) .

"Keandalan teknologi ini dalam mengelola data yang besar dan aman merupakan tawaran strategis di era data saat ini," katanya.

Baca juga: Akademisi paparkan manfaat teknologi dongkrak usaha rintisan milenial

Ia mencontohkan kasus sengketa tanah yang belakangan viral karena melibatkan salah satu public figure, Rocky Gerung. Ketidakjelasan atas keabsahan dan otentikasi sertifikat tanah mengakibatkan munculnya konflik horizontal di tengah masyarakat.

Teknologi blockchain Armanesia secara bertahap menawarkan solusi atas masalah melalui pengembangan sistem informasi kearsipan hingga otorisasi dokumen secara digital.

Menurutnya, inspirasi awal pengembangan Armanesia adalah keinginannya untuk memajukan bidang kearsipan di Indonesia, hilirisasi riset perguruan tinggi dan mensinergikan dunia akademis dengan industri dan dunia kerja (IDUKA) sebagaimana yang telah diamanahkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan juga Ristek BRIN.

Demikian pula dalam pengelolaan data arsip dan dokumen digital organisasi, teknologi ini mampu menghadirkan trustworthiness dan pengelolaan yang andal.

Baca juga: Asosiasi ingin investor lirik usaha rintisan di daerah

Taufik merupakan seorang akademisi UI yang berpengalaman di dunia industri dan praktisi bidang informasi selama kurang lebih 20 tahun.

Ia mengungkapkan bahwa teknologi blockchain saat ini telah membuktikan kemampuannya dalam memberikan kepastian soal keamanan data.

“Dalam bidang kami, kearsipan, masalah keabsahan, otoritas, dan kepemilikan dokumen merupakan pertaruhan profesi”, ungkapnya.

Menurutnya, Armanesia hadir dengan mengusung teknologi blockchain yang bertujuan untuk memberikan solusi atas masalah dokumen yang kerap muncul di tengah masyarakat, organisasi dan institusi.

Usaha rintisan Armanesia juga turut digawangi oleh anak-anak muda yang memiliki talenta bisnis yang kuat dan berpengalaman mengembangkan pelbagai bisnis.

Mereka adalah Nafi Putrawan dan Yusuf Witdiarta sebagai Co-Founder. Menurut Nafi, kolaborasi dengan pelaku industri dan regulator sangat diperlukan.

“Mitra kami di Singapura memberikan contoh bahwa teknologi blockchain mulai diaplikasikan oleh industri dan sistem informasi pemerintahan di developed countries. Blockchain akan menjadi solusi yang dapat memberikan efektifitas dan transparansi pada setiap transaksi dokumen," ungkapnya.

Ia melanjutkan, “Blockchain berbeda dengan Cryptocurrency. Karena blockchain adalah sebuah teknologi dasar yang bisa dibuat berbagai inovasi”, jelasnya.

Yusuf Widiarta menambahkan bahwa selain teknologi blockchain, Armanesia juga mengimplementasikan teknologi IPFS untuk penanganan file. Menurutnya, IPFS merupakan sistem pengarsipan terdistribusi yang menjamin ketersediaan secara permanen, dengan mengizinkan banyak salinan di tempat berbeda node yang mendukung jaringan.

“IPFS mengelola komunikasi berdasarkan konten yang ditangani, menggantikan nama (alamat IP atau URL) seperti yang saat ini terjadi, memberikan model penyimpanan blok untuk konten berkinerja tinggi, dengan hyperlink yang dapat dialamatkan untuk konten itu,” katanya.

Masih menurut Yusuf, setiap pengunggahan file ke jaringan IPFS maka akan dibuatkan sebuah pengenal konten, atau di jaringam IPFS disebut CID. CID adalah label yang digunakan untuk menunjuk ke materi di IPFS. Hal ini tidak menunjukkan d imana konten disimpan, tetapi membentuk semacam alamat berdasarkan konten itu sendiri.

“CID dibentuk dengan hash dari data itu, oleh karenanya setiap perubahan data akan berarti alokasi CID yang berbeda untuk data tersebut. IPFS menggunakan struktur data lanjutan yang disebut Merkle Directed Acyclic Graphs (DAG) di mana setiap node membawa muatan dan diberi pengenal," ujar Yusuf.

 

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021