sesuai amanat Konvensi Hak Anak
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) mengembangkan Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan Hak Anak (IPHA) dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA) tingkat nasional dan provinsi.

"Indikator ini menggambarkan capaian pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak sesuai amanat Konvensi Hak Anak sebagai instrumen hukum internasional untuk melindungi hak anak di seluruh dunia," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Indeks tersebut diharapkan dapat menjadi ukuran capaian pembangunan perlindungan anak bagi pemerintah baik pusat maupun daerah.

Para pemerintah dapat menggunakan indeks itu untuk memastikan program dan kebijakan telah efektif dan efisien dalam menjawab berbagai permasalahan, khususnya terkait perlindungan anak dan melahirkan sistem perlindungan anak yang terintegrasi di lintas sektor.

Sejak 2019, Kemen PPPA bekerja sama dengan BPS telah mengembangkan IPA, IPHA dan IPKA sebagai indikator pembangunan perlindungan anak di Indonesia.

Baca juga: KemenPPPA: ANRI dukung strategi pengarusutamaan gender Indonesia
Baca juga: Menteri PPA ajak kolaborasi untuk lindungi perempuan dan anak


Menteri Bintang menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak baik dari kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah atas dukungan, komitmen, dan kerja keras dalam menciptakan dunia yang ramah dan aman untuk anak-anak.

"Semoga IPA, IPHA dan IPKA dapat benar-benar dimanfaatkan dalam setiap program, kebijakan dan keputusan yang menyangkut anak," kata Menteri Bintang.

Sementara, Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono mengapresiasi sinergi Kemen PPPA dan BPS atas disusunnya IPA, IPHA, dan IPKA sebagai salah satu ukuran baku gambaran capaian perlindungan anak Indonesia.

"Kita patut bangga, upaya perlindungan anak di Indonesia selama bertahun tahun sejak 2018, pada akhirnya memiliki satuan ukuran jelas, terukur, antar waktu," ujar Margo.

Baca juga: Kak Seto gencarkan perlindungan anak selama pandemi COVID-19
Baca juga: LBH APIK: KPPPA perlu tingkatkan peran untuk menghapus KDRT


Metodologi yang digunakan dalam pembentukan IPA-IPHA-IPKA pada 2020 mengacu pada kerangka berpikir Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang terdiri dari lima klaster Konvensi Hak Anak, meliputi hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif.

Kemudian, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan pemanfaatan waktu luang, dan perlindungan khusus anak.

Untuk sumber data yang digunakan berasal dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan BPS.

Baca juga: KSP: PP Perlindungan Khusus Bagi Anak didasari dua kebutuhan
Baca juga: MPR: Segera selesaikan skema perlindungan anak terdampak pandemi
Baca juga: KPI dan KPPPA teken MoU perlindungan perempuan dan anak pada penyiaran

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021