Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Adat Nagari Kapa dan Air Bangis‎ Pasaman Barat (Sumatera Barat) menggelar aksi menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan status tanah ulayat dan menghentikan kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat adat setempat.

Masyarakat Adat Nagari Kapa dan Air Bangis
menggelar unjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Kamis.

"Kami meminta kepada Bapak Presiden agar keadilan itu ditegakkan. Hentikan kriminalisasi dan diskriminasi terhadap masyarakat kami,” kata Koordinator Lapangan Aksi Solidaritas Masyarakat Adat Kapa dan Air Bangis, Tuanku M Arif Datuak Majobasa‎ melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Tokoh masyarakat adat itu meminta Polda Sumatera Barat melepaskan empat warga Kapa, yakni Syafruddin, Alamsyah, Irwanto, dan Syafril alias Coga dari rumah tahanan dan membebaskan dari tuntutan hukum.

Datuak Majobasa‎ menyebutkan, penangkapan terhadap empat orang tersebut sebagai bentuk kriminalisasi dan masyarakat setempat menjadi korban penganiayaan yang dilakukan karyawan perusahaan yang terlibat sengketa lahan dengan warga adat.

"Kami minta keadilan, hentikan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat kami," ujar Datuak Majobasa‎.

Baca juga: Anggota DPD dukung kebijakan Bupati Sorong cabut izin perusahaan sawit
Baca juga: Hak ulayat warga Papua diselesaikan sesuai aturan, sebut pemprov


Empat warga Kapa itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 Ayat (1) ke-1e KUHP dan atau Pasal 107 huruf a juncto Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pasaman Barat.

Bahkan majelis hakim Pengadilan Negeri Pasaman Barat telah memvonis tiga tahun penjara terhadap salah seorang warga Air Bangis, yakni Asmar terkait tindak pidana melakukan kegiatan perkebunan dan atau mengangkut hasil kebun‎ tanpa izin usaha di dalam kawasan hutan.

Datuak Majobasa mengungkapkan kasus yang ditangani advokat Coki TN Sinambela itu berawal soal sengketa tanah ulayat milik masyarakat adat dengan PT PHP.

Perusahaan tersebut mengklaim mengantongi SK HGU Nomor 135/HGU RI/BPN/2014 tertanggal 10 Maret 2014.

Namun Datuak Majobasa menuturkan lokasi Hak Guna Usaha (HGU) itu berada di Nagari Sasak bukan di Nagari‎ Kapa. SK HGU ini pun tengah dalam proses pemeriksaan di Mahkamah Agung (MA) sehubungan dengan gugatan yang diajukan Masyarakat Adat Nagari Kapa.

‎“Bahwa Masyarakat Adat‎ Nagari Kapa, cucu, dan kemenakan, tidak pernah menyerahkan tanah ulayat adatnya kepada pemerintah,” ujarnya.

Baca juga: Sumbar godok aturan untuk selesaikan penguasaan hutan di Pasaman Barat
Baca juga: Bupati Lebak Janji Bangun Pagar di Tanah Hak Ulayat Baduy


Terkait hal itu, Masyarakat Adat Nagari Kapa dan Air Bangis mendesak pemerintah membatalkan surat penyerahan tanah ulayat adat yahun 1997 dan mengembalikan kepada masyarakat adat Nagari Kapa.

Massa juga meminta agar Kepala Daerah Sumatera Barat dan Pasaman‎ Barat mengambil upaya preventif dan melaporkan pengaduan masyarakat Kapa dan Air Bangis kepada pemerintah pusat sebagaimana surat dari Menteri Pertanian (Mentan) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Kepala Bidang Penyelesaian Konflik Tanah Ulayat Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau (LKAM) Nurul Hidayat Nakhodo Rajo mengaku banyak menerima aduan soal sengketa tanah ulayat antara masyarakat adat dan perusahaan yang ada di Pasaman Barat.

"Tolong Pak Jokowi dengarkan masyarakat yang ada di Pasaman Barat," ujarnya.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021