Banjarmasin (ANTARA News) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan, Hj Suriatinah mengungkapkan, dari hasil penelitian badannya beberapa waktu terakhir, aktivitas pertambangan punya andil terhadap bencana banjir yang terjadi di provinsi tersebut belakangan ini.

"Bencana banjir di daerah kita belakangan karena kerusakan lingkungan dan penyebab kerusakan lingkungan tersebut termasuk aktivitas pertambangan," tandasnya usai rapat kerja dengan Komisi III bidang pembangunan dan infrastruktur DPRD Kalsel, di Banjarmasin, Selasa.

Namun mantan Kepala Dinas Perikanan dan Keluatan Kalsel itu belum berani menyimpulkan aktivitas pertambangan merupakan faktor dominan penyebab kerusakan alam lingkungan di provinsi yang luasnya sekitar 37.000 Km2 dan terdiri 13 kabupaten/kota tersebut.

"Kami belum menyimpulkan atau mengkelasifikasi hasil penelitian terkait penyebab bencana bajir di Kalsel belakangan ini, terkecuali baru mendata atau memetakan titik kawasan rawan bencana banjir," lanjutnya.

Ia menerangkan, penyebab lain terjadinya bencana banjir di "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" Kalsel belakangan ini, seperti alih fungsi lahan serta daerah tangkapan air yang makin berkurang.

Sebagai contoh di Banjarmasin yang merupakan ibukota Kalsel, untuk pembangunan terjadi pengurukan lahan, sehingga daerah tangkapan air berkurang, dan pada gilirannya bisa menimbulkan bencana banjir, tuturnya.

Mengenai daerah rawan bencana banjir di Kalsel, dia mengungkapkan, dari 13 kabupaten/kota yang paling banyak titik-titik kerawanan, antara lain Kabupaten Tabalog serta Tanah Bumbu (Tanbu) dan Kabupaten Kotabaru.

Guna mengurangi bencana banjir, maka pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah pencegahan atau antisipasi sebelum munculnya persoalan baru yang lebih parah.

Pencegahan atau antisipasi tersebut antara lain dengan melakukan rehabilitasi lahan yang mengalami kerusakan atau kritis, termasuk mereklamasi sesegera mungkin bekas galian tambang, demikian Suriatinah. (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011