Tokyo (ANTARA News) - Kasus sengatan panas di Jepang telah meningkat pada awal musim panas, saat banyak penyejuk udara telah dimatikan ditengah kegiatan hemat energi, setelah bencana nuklir Fukushima.

Lebih dari 13.000 orang dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans pada Juni dan awal Juli, demikian data dari Badan Penanganan Bencana dan Kebakaran, sebagaimana dilaporkan AFP. Sebanyak 26 di antara mereka meninggal.

Peningkatan pada Juni saja sudah tiga kali lipat dari tahun lalu. Dari semua kasus sengatan panas, lebih separuhnya adalah orang yang berusia di atas 65 tahun.

Peningkatan tajam itu terjadi di tengah gelombang panas yang menyengat, ketika temperatur rata-rata pada penghujung Juni di Jepang barat dan timur mencapai angka tertinggi sejak data semacam itu pertama kali dicatat pada 1961, kata lembaga tersebut.

Catatan temperatur pada akhir Juni mencapai 35 derajat Celsius di ratusan tempat di seluruh Jepang, dan temperatur rata-rata ialah sekitar 3,5 derajat Celsius lebih tinggi daripada biasanya, kata badan meteorologi negeri itu.

Badan Penanganan Bencana dan Kebakaran mendesak warga agar mempertahankan temperatur tempat tinggal mereka tak lebih dari 28 derajat Celsius dan minum banyak air. Lembaga tersebut memperingatkan orang yang berusia lanjut perlu berhati-hati ketika mereka keluar rumah.

Cuma 19 dari 54 reaktor tenaga nuklir di Jepang beroperasi empat bulan setelah bencana gempa dan tsunami 11 Maret memicu kecelakaan nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl 25 tahun lalu di pembangkit listrik Fukushi Daiichi.

Pemerintah telah meminta rakyat negeri itu agar menghemat energi, dan semua rumah serta perusahaan di bagian timur-laut diminta mengurangi penggunaan energi mereka sampai 15 persen pada musim panas, sehingga penyejuk udara dimatikan, demikian AFP melaporkan.

(SYS/C003)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011