Jakarta (ANTARA News) - Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengatakan frasa "antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran" dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan justru membuka peluang jatuhnya talak.

Hal ini diungkapkan Sinta Nuriah saat menjadi ahli pengujian UU Perkawinan yang dimohonkan oleh mantan istri Bambang Triatmodjo, Halimah, di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.

Sinta mengatakan terhadap frasa itu para ulama fiqih berbeda pendapat, dimana kelompok pertama berpendapat perselisihan dan pertengkaran dapat menjadi alasan menjatuhkan talak karena telah mengingkari tujuan pernikahan.

Sementara kelompok kedua, lanjutnya, berpendapat perselisihan dan pertengkaran sama sekali tidak bisa menjadi alasan menjatuhkan talak.

"Pendapat kelompok kedua ini merupakan pendapat jumhur fuqaha (mayoritas ahli fikih,) termasuk ulama penganut madzahibul arba`ah (Imam Hanafi, Maliki, Syafi`i, Hambali)," kata ahli yang dihadirkan pemohon ini.

Menurut Sinta, jika frasa tersebut tetap dipertahankan akan menghilangkan hak-hak

konstitusional bagi setiap pasangan yang ingin mempertahankan perkawinannya atau mengabaikan upaya setiap pasangan yang ingin terus memperjuangkan kelangsungan perkawinannya sesuai tuntutan agama.

"Jika ini terjadi, sama saja Islam tidak memberikan perlindungan terhadap orang yang berusaha mencari kebaikan dalam suatu perkawinan, terlebih talak perkara halal yang dibenci Allah. Frasa itu bertentangan dengan ditetapkam suatu hukum dan juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945," katanya.

Sinta mengilusrasikan jika seorang lelaki yang sudah bosan terhadap istrinya akan mencari gara-gara yang bisa menimbulkan pertengkaran agar bisa menjatuhkan talak kepada istrinya.

"Sakralitas perkawinan ini sesuai Al-Qur?an Ar-Ruum : 21, akan dikalahkan ego manusia yang bisa memancing timbulnya perselisihan/pertengkaran," jelasnya.

Namun, katanya, talak diperbolehkan sepanjang membawa kemaslahatan bagi semua pihak, artinya perceraian dilakukan sebagai upaya menjaga harkat kemanusiaan, bukan melegitimasi memuaskan nafsu.

Sinta juga berharap alasan perceraian perlu persyaratan yang sangat ketat dengan memperhatikan hak-hak kaum perempuan karena dalam Al-Qur`an dan Hadits tidak menyebut secara rinci alasan talak.

Sebagaimana diketahui, dalam permohonannya, Halimah menilai Penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f merugikan hak konstitusionalnya karena tidak mencantumkan hal-hal yang menjadi penyebab perselisihan/pertengkaran itu terjadi.

Permohonan ini adalah buntut dari perceraian Bambang Trihatmodjo dan Halimah pada tahun 2007, dimana Pengadilan Agama Jakarta Pusat telah mengabulkan gugatan cerai talak Bambang kepada Halimah dengan alasan sering terjadi pertengkaran terus-menerus, sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali.

Meski gugatan cerai talak sempat dinyatakan ditolak di tingkat banding dan kasasi, namun di tingkat peninjauan kembali (PK) gugatan cerai talak ini kembali dikabulkan dengan alasan yang sama.

Saat menggugat cerai talak, Bambang telah tinggal bersama dengan artis Mayangsari yang dituding sebagai penyebab pertengkaran.

Sementara, Halimah mengaku telah berusaha untuk mempertahankan rumah tangganya.

(T.J008/R021)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011