Jakarta (ANTARA) - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tenaga honorer di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu) Kementerian Perdagangan terkait dugaan tindak pidana korupsi impor besi tahun 2016-2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana di Jakarta, Selasa, mengatakan tim jaksa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap lima orang saksi.

"Saksi HNS, selaku honorer Sekretaris Direktur Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, diperiksa terkait alur surat masuk dan keluar di Direktorat Impor," kata Ketut dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

Saksi berikutnya ialah AS, selaku honorer di Bagian Tata Usaha yang membantu pengurusan pencairan keuangan Direktorat Impor, diperiksa terkait alur surat menyurat dan penomoran surat di Direktorat Impor.

Selanjutnya, saksi E, selaku Staf Tata Usaha yang mengelola anggaran keuangan di Direktorat Impor, diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016-2021.

Kemudian, saksi SR alias L, selaku Staf Pelaksana/Sekretaris Direktur 1991 hingga 2019, diperiksa terkait surat masuk dan keluar pada Direktorat Impor. Saksi kelima berasal dari pihak swasta, yakni FS, selaku Direktur PT Gobalindo Augerah Jaya Abadi.

"Saksi diperiksa terkait impor besi atau baja dengan menggunakan surat penjelasan (Sujel)," tambahnya.

Baca juga: Analis Muda Dirjen Daglu jadi tersangka korupsi impor baja

Dalam perkara tersebut, penyidik baru menetapkan satu orang tersangka, yakni Analis Muda Perdagangan Impor di Ditjen Daglu Kemendag, bernama Tahan Banurea (36).

Tersangka Tahan Banurea dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, Subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Ketiga Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi dalam rentang waktu tahun 2016 hingga 2021. Terdapat enam perusahaan pengimpor besi atau baja, baja panduan, dan produk turunannya yang menggunakan sujel atau perjanjian impor tanpa PI dan LS yang diterbitkan oleh Direktorat Impor Ditjen Daglu Kemendag.

Enam importir tersebut diduga melakukan impor baja paduan dengan menggunakan sujel l tanggal 26 Mei 2020, dengan alasan untuk keperluan proyek pembangunan jalan dan jembatan. Padahal, dalam kenyataannya, proyek jalan dan jembatan yang dimaksud sudah selesai dibangun pada tahun 2018.

Baca juga: Penyidik pastikan sita ponsel tersangka impor baja

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022