Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini permohonan praperadilan yang diajukan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nizar Dahlan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) ditolak oleh hakim.

Pengajuan praperadilan itu karena laporan Nizar mengenai dugaan penerimaan gratifikasi oleh Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa tidak ditindaklanjuti oleh KPK.

"Kami sangat yakin gugatan pemohon akan ditolak hakim karena memang tidak ada dasar landasan dan alasan pengajuan permohonan dimaksud," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

PN Jaksel, Selasa kembali menggelar lanjutan sidang praperadilan Nizar dengan agenda pembacaan jawaban dari pihak termohon (KPK).

Ali mengatakan bahwa KPK telah menerima dan memverifikasi terhadap laporan yang dilayangkan Nizar pada 2020. Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK, kata dia, juga telah melakukan proses penelaahan.

Selanjutnya, pada November 2020 dan sesuai mekanisme Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 telah pula dilakukan pertemuan dengan pelapor (Nizar Dahlan) sebagai tindak lanjut untuk memperoleh informasi dan dokumen-dokumen pendukung laporan tersebut.

Baca juga: Nizar Dahlan ajukan praperadilan terhadap KPK terkait Suharso Monoarfa

Baca juga: Pengamat: Gangguan di internal PPP merugikan posisi di KIB


"Namun demikian, informasi yang kami terima, sampai saat ini, pelapor belum melengkapi dokumen pendukung dimaksud dan tidak mengkonfirmasi kembali kepada Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK," ungkap Ali.

Dikutip dari laman sipp.pn-jakartaselatan.go.id, praperadilan itu didaftarkan pada Selasa (12/7) dengan nomor perkara 60/Pid.Pra/2022/PN.JKT.SEL. Nizar Dahlan sebagai pihak pemohon, sedangkan sebagai pihak termohon adalah KPK.

Sebelumnya, Nizar membenarkan telah mengajukan praperadilan tersebut.

"Saya melakukan praperadilan kepada KPK, sebab apa yang saya sampaikan dua tahun lalu terkait dugaan kasus gratifikasi Menteri Bappenas atau Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa belum ada tindak lanjut," kata Nizar dalam keterangannya pada Selasa (12/7).

Pada 16 November 2020, KPK juga sempat mengundang Nizar atas laporannya terhadap Suharso tersebut.

Adapun dugaan gratifikasi itu berupa bantuan carter pesawat jet pribadi dalam kegiatan kunjungan ke Medan, Aceh, Jambi, dan Surabaya dan dugaan tindak pidana korupsi lainnya.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Kaukus Muda PPP Hammam Asy'ari pada 9 November 2020 menyatakan bahwa laporan dugaan gratifikasi Monoarfa itu ngawur.

Menurut dia, Nizar yang bertindak sebagai pelapor tidak memahami gratifikasi yang bisa dilaporkan ke KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pesawat yang ditumpangi pengurus DPP PPP tersebut tidak berhubungan dengan jabatan sebagai Menteri Bappenas atau anggota DPR RI meski Arsul Sani ikut di dalamnya.

Selain itu, lanjut dia, pengurus DPP PPP ikut di dalam di pesawat terbang itu kapasitasnya sebagai pengurus partai, bukan penyelenggara negara yang dapat dilihat dari kegiatan yang dilakukan mereka di lokasi tujuan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022