Jakarta, 3/5 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berbenah diri dengan memperkuat jumlah personil hakim ad hoc pengadilan perikanan. Hal itu dilakukan, demi memerangi aktifitas Illegal, Unrepported and Unregulated (IUU) Fishing, yakni dengan menambah jumlah hakim ad hoc tahun ini menjadi  57 orang. Untuk itu, KKP mengirimkan sebanyak 20 orang calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan hasil seleksi ke Mahkamah Agung untuk menjalani pendidikan dan pelatihan. Upaya ini dilakukan, demi terselenggaranya penegakan hukum dan terpenuhinya rasa keadilan bagi semua pihak, demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C.Sutardjo dalam sambutannya pada acara pembukaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan di Hotel Millenium Jakarta, Kamis (3/5).
 
     Dalam Diklat yang dibuka oleh Ketua Mahkamah Agung, M. Hatta Ali ini, Sharif mengatakan bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi korban maraknya aktifitas IUU Fishing. Hal itu, terbukti dengan banyaknya kasus illegal fishing yang masih kerap ditemui dengan berbagai modus kegiatannya, seperti dokumen ijin yang sama dimiliki oleh beberapa kapal (ijin ganda), ditemukannya dokumen/ surat ijin palsu, transhipment di tengah laut untuk kemudian dibawa ke luar negeri, masih adanya yang belum tertib dalam pemasangan VMS, penangkapan ikan yang merusak dengan pengeboman dan potasium.
 
     Sementara, jika ditilik dari jumlah kasus tindak pidana pada dua tahun terakhir terdapat 204 kasus, di antaranya pada tahun 2010 sebanyak 138 kasus dan tahun 2011 sebanyak 66 kasus. Dan sebanyak 196 perkara telah di tangani Pengadilan Perikanan baru. Terkait hal itu, pelaksanaan penegakan hukum di bidang perikanan sangatlah penting dan strategis guna menunjang pelaksanaan dan pencapaian tujuan serta sasaran pembangunan perikanan sesuai dengan azas pengelolaan perikanan. “Demi mensukseskan pembangunan perikanan secara berkelanjutan, maka mutlak dibutuhkan kepastian hukum,” sambung Sharif.
 
     Sharif menekankan pentingnya, kepastian dan tegaknya hukum peradilan maka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan dapat dirasakan oleh masyarakat secara menyeluruh. “Jangan sampai sumber daya kelautan dan perikanan dijarah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
 
     Sebagian besar tindak pidana perikanan acapkali terjadi di wilayah perairan Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga. "Hakim di Pengadilan Perikanan merupakan garda terdepan dalam penegakkan hukum sehingga para pelaku kejahatan perikanan menjadi jera," jelas Sharif
 
     Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Syahrin Abdurahman menjelaskan bahwa, pendidikan calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan merupakan bentuk kerja sama KKP dengan Mahkamah Agung dalam mendidik calon Hakim Ad Hoc. Pengadilan Perikanan telah dimulai sejak 2006 yang telah berhasil mendidik Hakim Ad Hoc sebanyak 28 orang. Kemudian, kerja sama terus dilanjutkan pada 2009 di mana sebanyak 19 orang telah berhasil mendapat pendidikan. "Diklat Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan merupakan rangkaian akhir dari proses rekrutmen Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan," terang Syahrin.

     Lebih lanjut Syahrin menyebut bahwa, dalam proses rekrutmen tersebut tercatat 79 orang yang mendaftar. Dari jumlah tersebut, sebanyak 69 orang dinyatakan lulus seleksi administratif, kemudian sebanyak 43 orang lulus ujian tertulis dan akhirnya hanya 20 orang yang dinyatakan lulus tahap profile assessment dan wawancara. Peran Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan sebagai komponen penegakan hukum di bidang perikanan memili empat peran strategis.Pertama, masih banyaknya praktek Illegal Fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP RI). Kedua, semakin ketatnya kriteria produk perikanan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional, khususnya Uni Eropa terkait jaminan kemanan produk dan traceability. Ketiga, pencemaran laut dan pembuangan limbah. keempat, gejala penangkapan berlebih (over fishing) yang mengarah kepada punahnya sumberdaya perikanan.

     Pengadilan perikanan berwenang untuk mengadili dan memutus tindak pidana di bidang perikanan. Pengadilan tersebut berada di lingkungan peradilan umum. Majelis hakim yang menangani perkara tindak pidana perikanan tersebut terdiri atas tiga orang, satu dari kalangan hakim karir dan dua hakim ad hoc perikanan. Pembentukan Pengadilan Perikanan merupakan amanah dari Pasal 71 Undang-Undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan serta diperkuat pada Pasal 78 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Hakim Pengadilan Perikanan terdiri dari Hakim Karier dan Hakim Ad Hoc. Saat ini, pengadilan khusus tindak pidana perikanan (pengadilan perikanan) telah dibentuk di tujuh wilayah yakni, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, PN Jakarta Utara, PN Pontianak, PN Tual, PN Bitung, PN Tanjung Pinang dan PN Ranai.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Ir. Eddy Sudartanto, MS, Plh. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kepala Bidang Komunikasi; Indra Sakti, SE, MM, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (HP. 0818159705)    

Pewarta: Adityawarman
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2012