Tokyo (ANTARA) - TOKYO, 3 Februari (Xinhua) -- Sebuah kelompok masyarakat Tokyo mengatakan telah mendeteksi konsentrasi tinggi zat yang memiliki potensi bahaya yang dikenal sebagai PFAS dalam sampel darah beberapa penduduk di wilayah barat ibu kota Jepang itu, demikian dilaporkan oleh media setempat.

Hal ini mengindikasikan kontaminasi pasokan air lokal yang kemungkinan berkaitan dengan aktivitas pangkalan militer Amerika Serikat (AS).

Kelompok sipil tersebut pada Senin (30/1) mengatakan kepada wartawan bahwa PFAS, atau zat perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl, ditemukan dalam busa pemadam kebakaran yang digunakan di pangkalan militer AS, tetapi belum jelas apakah kontaminasi itu memiliki kaitan dengan Pangkalan Udara Yokota, instalasi Angkatan Udara AS yang berlokasi di daerah Tama di Tokyo barat, menurut laporan Kyodo News.

Namun demikian, Koji Harada, Lektor Kepala Jurusan Kesehatan Masyarakat di Universitas Kyoto yang memimpin upaya pengujian tersebut, mengatakan konsentrasi PFAS yang ditemukan tersebut seharusnya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius.

PFAS adalah istilah umum untuk sekelompok bahan kimia artifisial, seperti PFOS, atau perfluorooctane sulfonate, dan PFOA, atau perfluorooctanoate.
 
   Kelompok sipil itu mulai melakukan tes pada November untuk menentukan sumber kontaminasi. Tes ini melibatkan 87 orang, yang sebagian besar merupakan warga Kokubunji dengan beberapa orang lainnya berasal dari kota lain, seperti Kodaira, Koganei, dan Musashino, menurut Kyodo News


Hasil sementara menunjukkan bahwa 21 partisipan didapati memiliki level PFOS yang melebihi level yang dapat diterima dalam aliran darah mereka, sementara enam dari 21 orang tersebut memiliki tingkat PFOA yang tidak dapat diterima.

Harada mengatakan bahwa konsentrasi zat begitu tinggi pada tubuh beberapa warga, yang membuat orang berpikir bahwa air minum adalah penyebab utamanya.

Pemerintah negara dan daerah harus menangani masalah ini dari perspektif apa yang harus dilakukan terhadap sumber kontaminasi, imbuh Harada. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023