Makassar, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memperkirakan, sekitar 83 persen wilayah Indonesia rawan terjadi bencana alam akibat banyaknya hutan yang rusak bahkan musnah. Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Chalid Muhammad kepada pers di Makassar, Minggu (18/6) mengatakan, dari 122 juta hektar hutan di Indonesia, ada sekitar 3,4 juta hektar musnah setiap tahun. Kerusakan itu diakibatkan kegiatan illegal dan legal yang mengganggu ekosistem hutan. Dari 122 juta hektar lahan hutan, 13 persen diantaranya merupakan hutan negara yang telah dideliniasi (diukur) dan 80 persen belum masuk kategori hutan negara. Saat ini, katanya, sejumlah hektar lahan hutan yang masih tersedia di Indonesia akan dikonversi, seperti di Kalimantan. Sebanyak dua juta hektar akan dikonversi menjadi lahan kelapa sawit dan 2,8 juta hektar lahan di Aceh akan digunakan untuk rekonstruksi Aceh. Di Papua, terjadi penebangan hutan yang menghasilkan 800 ribu meter kubik kayu untuk dikirim ke China. Akibat adanya aktivitas yang mengorbankan lahan hutan ini, lanjut Chalid, kerusakan hutan telah mencapai sekitar enam kali lapangan bola kaki per detik. Selain itu, sejumlah hektar hutan di Indonesia telah menjadi konsesi lahan. Sekitar 35 persen menjadi lahan pertambangan dan 8,8 juta hektar adalah lahan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI), 15 juta hektar untuk Hak Guna Usaha (HGU) serta 35,1 juta hektar untuk kawasan Hak Penguasa Hutan (HPH). Sedangkan sekitar 81 persen lahan hutan digunakan untuk industri Migas. Bila aktifitas dalam hutan terus meningkat kata Chalid, dikhawatirkan bencana alam akan selalu terjadi secara intens. Sementara itu, Demisioner Direktur Eksekutif Walhi Sulsel, Indah Patinaware mengatakan, bencana ekologi juga telah mengancam Sulsel akibat kerusakan hutan, seperti longsor Gunung Bawakaraeng. Bencana ekologi juga dikhawatirkan terjadi di Kabupaten Luwu akibat dampak dari aktivitas perusahaan tambang nikel PT Inco Tbk, aktivitas hutan di Kabupaten Maros yang dapat merusak sumber mata air di wilayah itu serta kerusakan di pesisir laut akibat adanya penangkapan ekosistem laut dengan menggunakan bahan peledak. Hal yang mengkhawatirkan pula, lanjut Indah, adanya upaya pemerintah yang memberikan izin untuk membuka PT Newmont di Tana Toraja, Kabupaten Sulsel.(*)

Copyright © ANTARA 2006