Yogyakarta (ANTARA News) - Penertiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) dirasakan mendesak untuk segera dibenahi karena sudah banyak memakan korban, selain jemaah umroh terlantar juga tak bisa melaksanakan ibadah wajib dan rukun dengan maksimal sebagaimana mestinya.

Sepanjang penyelenggaraan umroh tiap tahun, baru sekali ini korbannya demikian banyak. Karena itu penertibannya pun sudah tidak bisa ditunda lagi, kata Menteri Agama Suryadharma Ali di Yogyakarta, Senin, seusai menghadiri perayaan upacara Tawur Kasanga di pelataran Candi Prambanan.

Umat muslim sudah berulang kali diingatkan agar menunaikan ibadah umroh berhati-hati, tidak menggunakan biro perjalanan "abal-abal", atau tak memiliki izin dari Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU), sayangnya tetap saja ada biro perjalanan nakal. Semua itu, menurut Suryadharma Ali harus ditertibkan.

Ke depan, menurut dia, pengawasan penyelenggara umroh itu harus diperketat. Sebab, lanjut dia, ada PPIU nakal bukan lagi membawa Jemaah umroh tetapi justru mengangkut tenaga kerja wanita (TKW) untuk dipekerjakan di Arab Saudi. Jelas saja, TKW yang dibawa itu illegal.

Suryadharma Ali tak menyebutkan apa sanksi yang akan diberikan terhadap para biro perjalanan umroh nakal dan ilegal tersebut. Namun sanksinya tetap ada.

Terkait dengan itu, ia mengakui bahwa untuk menertibkannya dibutuhkan seluruh pemangku kepentingan. Termasuk petugas di kementerian luar negeri, dalam hal ini kantor konsulat jendral RI. Dan untuk meneguhkan tekad penertiban penyelenggara umroh tersebut pihaknya akan membuat nota kesepahaman (MoU) dengan pihak kepolisian.

Diharapkan MoU tersebut bisa ditandatangani pada 19 Maret 2013. Dan tentu harapannya penertiban bagi penyelenggara umroh nakal semakin cepat. Polisi bisa menggunakan kewenangannya menertibkan PPIU.

Seperti diberitakan sebelumnya ratusan Jemaah umroh terlantar di berbagai tempat. Menurut Direktur Pembinaan Haji dan Umroh Ahmad Kartono, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU), tercatat 841 orang terlantar ketika melaksanakan ibadah tersebut.

Disebutkan perusahaan yang tak memiliki izin dan menelantarkan Jemaah umroh itu adalah PT Padang Arafah, berdomisili di Jawa Timur. Jemaahnya terlantar di Surabaya karena adanya perubahan jadwal penerbangan. PT Arafah menelantarkan Jemaah sebanyak 500 orang.

PT Gema Arafah, berdomisili di Jakartaa. Jemaahnya terlantar di Kuala Lumpur, sebanyak 98 orang. Penyebabnya jadwal keberangkatan tidak pasti dan mendapat akomodasi tak layak di Saudi.

PT Nuansa Inti Semesta, jemaahnya sebanyak 49 orang terlantar di Arab Saudi karena belum memiliki tiket pulang. Berikutnya PT Khalifah Sultan Tour yang menelantarkan Jemaah umroh dari Gorontalo. Sebanyak 194 jemaahnya terlantar di Jakarta.

Kartono yang didampingi Kasubdit Pembinaan Haji Khusus Khorizi, mengatakan, jemaah yang ditelantarkan tersebut peristiwanya mulai terjadi sejak awal Februari 2013. Terkait dengan ini, Kemenag telah memanggil penyelenggara umroh yang tak memiliki izin tersebut untuk dimintai pertanggungjawabannya.

Pihak Kemenag pun telah melakukan koordinasi dengan perwakilan luar negeri dan aparat penegak hokum. Sebab, mereka jelas-jelas melanggar UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.

Dijelaskan, penyelenggaraan ibadah umroh dilaksanakan oleh biro wisata dengan memperoleh izin dari Menteri Agama. Jumlah PPIU yang memperoleh izin resmi sampai saat ini sebanyak 402 penyelenggara. (a) PPIU sebagai Penyelenggara Umroh dan Haji Khusus sebanyak 254 penyelenggara, (b) PPIU hanya sebagai peneyenggara umroh sebanyak 148 penyelenggara.

Menurut Kartono, PPIU yang memperoleh izin dari Kemenag dan sebagai provider visa sebanyak 88 penyelenggara bekerja sama dengan provider visa Arab yang mendapat izin resmi dari Kementerian Haji Arab Saudi.

PPIU yang bertindak sebagai provider tersebut dapat memberikan visa hanya kepada penyelenggara perjalanan ibadah umroh (PPIU) yang telah memiliki izin dari Kementerian Agama.

Dan PPIU dalam menyenggarakan perjalanan ibadah umroh berkewajiban memberangkatan dan memulangkan Jemaah yang dibuktikan dengan tiket pesawat pulang-pergi (PP) yang "unrefundeble", pengurusan dokumen visa, memberikan pelayanan ibadah, akomodasi, transportasi, konsumsi baik di tanah air maupun selama perjalanan di Arab Saudi, kata Kartono menjelaskan.

(ANT)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013