Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, tidak diatur yang demikian, disebut pelanggaran pemilu apabila menyampaikan visi, misi, janji maupun program parpol, kita juga tidak bisa berbuat apa-apa jika hal itu tidak ada dalam undang-undan
Jakarta (ANTARA News) - Enam laporan Badan Pengawas Pemilu terkait dugaan pelanggaran pemilihan umum oleh sejumlah partai politik dihentikan atau SP3 oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri karena dinilai bukan merupakan tindak pidana.

"Dalam undang-undang, ternyata perkara yang dilaporkan Bawaslu itu tidak termasuk dalam tindak pidana," Kepala Sub Direktorat Politik dan Dokumentasi Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol Agus Sarjito saat diskusi pengamanan Pemilu 2014 di Jakarta, Kamis.

Agus mengatakan, dalam pelaporan salah satu parpol yang beriklan di televisi maupun dalam ranah lain, tidak disampaikan visi, misi, janji serta program parpol tersebut.

"Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, tidak diatur yang demikian, disebut pelanggaran pemilu apabila menyampaikan visi, misi, janji maupun program parpol, kita juga tidak bisa berbuat apa-apa jika hal itu tidak ada dalam undang-undang," katanya.

Dia menyarankan, kepada Bawaslu untuk mengkaji terlebih dahulu jenis aduan atau pun laporan dugaan pelanggaran pemilu ke sentra pengamanan hukum terpadu (Sentra Gakumdu) antara Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian apakah itu terkait etik, sengketa, administrasi atau pun tindak pidana.

"Kalau itu memang tindak pidana, laporkan ke Polri," katanya.

Agus mengaku khawatir jika hal itu tidak didiskusikan terlebih dahulu, akan ada saling lempar karena tidak ada koordinasi.

"Kalau Bawaslu belum mendiskusikan dan langsung ke kepolisian, nanti ada saling dorong, saling lempar. Adanya Sentra Gakumdu untuk mengawal karena harus ada kesepakatan bersama. Jika sudah terjalin, maka tidak akan ada lagi SP3 seperti itu karena buktinya sudah jelas," katanya.

Dalam kesempatan sama, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan, enam laporan tersebut dihentikan karena cacat formil, salah satunya telah melampaui batas waktu pelaporan.

"Batas waktu pelaporan adalah lima hari, kemudian Bawaslu melaporkan ke Bareskrim dan ini sudah kadaluarsa, seharusnya segera didiskusikan di Sentra Gakumdu," katanya.

Ronny menambahkan, salah satu bentuk cacat formil lainnya, yakni pelaporan dugaan pelanggaran Pemilu 2014 tidak melalui Sentra Gakumdu, tetapi langsung ke Bareskrim Polri.

"Sudah dihentikan karena secara umum yang dilaporkan Komisi Penyiaran Indonesia tidak melalui Sentra Gakumdu tetapi langsung ke kepolisian, seharusnya melalui Bawaslu dulu," katanya.

Dia membantah jika Polri tidak netral terkait penghentian pelaporan tersebut karena ada sejumlah perkara yang berkasnya dinyatakan lengkap atau P21 dan sampai di pengadilan, seperti pada kasus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Ketua Umum PKPI Sutiyoso divonis hukuman dua bulan masa percobaan dengan ancaman penjara dan denda Rp1 juta subsidair oleh Pengadilan Negeri Semarang karena terbukti kampanye saat halal bi halal.

Oleh karena itu, Ronny menyarankan agar Sentra Gakumdu perlu intens dalam meneliti laporan.

Pernyataan itu menyusul enam laporan yang dihentikan oleh Bareskrim Polri, di antaranya dugaan pemalsuan surat oleh Raditya Benito Venansius yang dihentikan demi hukum atau kadaluarsa, dugaan kampanye di luar jadwal oleh AD Ariseno N Ridhwan dan Daniel Foluan (Gerindra) karena bukan tindak pidana pemilu dan kampanye di luar jadwal oleh Rizal Malarangen dan Aburizal Bakrie (Golkar) karena bukan tindak pidana pemilu.

Selain itu, dugaan kampanye di luar jadwal oleh Rizal Malarangen dan Aburizal Bakrie (Golkar) karena kadaluarsa, dugaan kampanye di luar jadwal oleh David F Audy karena bukan tindak pidana pemilu dan Hatta Rajasa, Aziz Subekti serta Hari Tanoesoedibjo karena bukan tindak pidana pemilu.

(J010/Z002)

Pewarta: Juwita TR
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014