Banyak kalangan yang menilai kekuatan parpol Islam terpecah. Padahal, sebenarnya tidak seperti itu. Perjalanan historis setiap parpol Islam memang berbeda, tidak sama,"
Semarang (ANTARA News) - Analis politik dari Universitas Diponegoro Semarang Susilo Utomo menilai pola koalisi partai politik Islam akan menyesuaikan dengan aspek historis politik antarparpol yang pernah dialami.

"Banyak kalangan yang menilai kekuatan parpol Islam terpecah. Padahal, sebenarnya tidak seperti itu. Perjalanan historis setiap parpol Islam memang berbeda, tidak sama," katanya di Semarang, Rabu.

Ia mencontohkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang cenderung mendekat ke PDI Perjuangan untuk berkoalisi karena sejak dulu warga "nahdliyin" memang dekat dengan kalangan Marhaen.

Jadi, kata dia, tidak heran jika PKB memilih berkoalisi mendukung Joko Widodo yang dijagokan PDI Perjuangan, karena hubungan kultural antarkeduanya sudah terjalin erat sejak zaman Presiden Soekarno.

Apalagi, menurut pengajar FISIP Undip ini, ada pengalaman traumatik dari PKB dengan koalisi parpol Islam, ketika Poros Tengah mendukung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tetapi kemudian melengserkannya.

"Kalau Partai Amanat Nasional (PAN) lebih dekat dengan Gerindra juga wajar. Sebab, sejarahnya ayahanda Prabowo (Soemitro Djojohadikusumo) memiliki kedekatan dengan kalangan Masyumi," katanya.

Menurut dia, parpol-parpol Islam modern, seperti PAN, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB) sepertinya lebih memilih merapat pada Gerindra yang dimotori Prabowo Subianto.

"Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sepertinya lebih mendekat ke PDI Perjuangan. Kulturnya kan cenderung tradisional. Buktinya, PPP kan sempat konflik, tetapi kemudian selesai dengan islah," katanya.

Susilo menegaskan koalisi parpol Islam tidak bisa sebatas dilihat pada pertimbangan transaksional, tetapi perlu juga dilihat aspek historis yang mewarnai perjalanan politik masing-masing parpol.

"Bahwa pertimbangan transaksional, kerja sama politik pasti ada. Namun, dalam konteks parpol yang memiliki kedekatan historis, persentase nuansa transaksionalnya tidaklah terlalu besar," katanya.

Berbeda halnya, kata dia, koalisi yang terjalin antarparpol yang sebelumnya tidak memiliki kedekatan historis.

"Koalisi parpol yang elegan, kata dia, semestinya dibangun atas dasar kecocokan dan kenyamanan. Jangan sampai, nanti ternyata dalam satu rumah malah seperti anjing dan kucing, berantem terus," kata Susilo.(KR-ZLS/M008)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014