Washington (ANTARA News) - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Jacob Lew, Selasa, memperingatkan risiko yang mengikis peran AS di lembaga-lembaga internasional jika Kongres gagal meratifikasi reformasi institusi terkait, seperti Dana Moneter Internasional (IMF).

Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang berdiri di jalan reformasi IMF, menambahkan bahwa reformasi adalah cara terbaik untuk mempertahankan peran kepemimpinan AS di IMF untuk melindungi kepentingan ekonomi dan keamanan nasional AS, Lew mengatakan dalam penjelasannya di depan Komite Jasa Keuangan Kongres.

Untuk mencerminkan peningkatan dan kurang terwakilinya pengaruh negara-negara berkembang, reformasi IMF 2010 menyerukan perubahan enam persen pangsa kuota untuk negara berkembang. Ini akan mengangkat Tiongkok menjadi pemegang saham terbesar ketiga.

Saham-saham untuk Rusia, India dan Brazil juga akan mengalami peningkatan besar. Namun demikian, reformasi telah tertunda selama lima tahun karena halangan dari Kongres AS sehingga Amerika Serikat mempertahankan hak veto.

"Karena masyarakat internasional menunggu Kongres untuk menyetujui reformasi ini, negara-negara berkembang dan maju bersama-sama mencari alternatif lain sebagai sarana mendorong sistem global ke depan," kata Lew.

AS menghadapi risiko melihat peran unggulnya di lembaga-lembaga tersebut akan terkikis, terutama karena orang lain mendirikan lembaga keuangan yang baru dan paralel, menteri memperingatkan.

Dua puluh satu negara termasuk Tiongkok, India dan Singapura menandatangani nota kesepahaman di Beijing pada Oktober tahun lalu untuk mendirikan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), lembaga keuangan internasional yang bertujuan untuk memberikan dukungan kepada proyek-proyek infrastruktur di Asia.

Negara-negara Barat, termasuk Inggris, Prancis, Italia dan Jerman, mengajukan permohonan untuk bergabung dengan bank tersebut.

Dalam hal AIIB itu, Lew mengatakan bahwa isu tentang AIIB merupakan salah satu yang penting, karena ada kebutuhan yang luas di Asia dan banyak bagian dunia untuk investasi infrastruktur.

Kekhawatiran AS adalah apakah lembaga investasi baru itu akan mematuhi jenis standar tinggi yang lembaga-lembaga keuangan internasional telah kembangkan, tambahnya.



Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015