Jakarta (ANTARA News) - Impor atau penyerahan alat angkutan tertentu saat ini tak lagi dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seiring terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 Tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, kata Sekretaris Umum DPP Asosiasi Pengusaha Pelayaran Nasional atau Indonesia National Shipowners' Association (INSA) Budhi Halim.

"Regulasi ini memberi dampak positif bagi industri pelayaran," kata Budhi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Budhi menyebutkan pembebasan pajak tersebut, meliputi kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkapan ikan, kapal pandu, kapal tongkang dan suku cadangnya.

Selain itu, lanjut dia, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor atau diserahkan kepada dab digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggaraan jasa kepelabuhanan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.

Kemudian, Budhi menuturkan, jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhanan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional penyerahannya tidak dipungut PPN yang meliputi jasa persewaan kapal, jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, pandu, jasa tambat, jasa labuh, jasa perawatan dan jasa docking.

Selain dibebaskannya PPN atas impor alat angkutan tertentu, Budhi mengatakan pemerintah juga menerbitkan PP Nomor 74 Tahun 2015 Tentang Perlakuan PPN atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Angkutan Luar Negeri.

Dia merinci hal-hal yang diatur dalam PP tersebut, di antaranya (1) penyerahan jasa kepalabuhanan tertentu oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP) kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri dibebaskan dari pengenaan PPN.

Selain itu, (2) jasa kepelabuhanan tertentu yang penyerahannya dibebaskan PPN, berupa (a) jasa pelayanan kapal, yaitu jasa labuh, jasa pandu, jasa tunda dan jasa tambat, (b) jasa pelayanan barang, yaitu jasa bongkar muat peti kemas sejak dari kapal sampai ke lapangan penumpukan dan/atau sejak dari lapangan penumpukan sampai ke kapal.

"Ketiga, pembebasan PPN yang terutang atas penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu, tidak memerlukan SKB PPN," katanya.

Ketua Bidang Perpajakan dan Kepabeanan DPP Insa Indra Yuli mengatakan dengan pembebasan pajak tersebut berimbas pada penurunan biaya logistik dua hingga tiga persen.

"Biaya logistik kita yang mencapai 20--25 persen bisa turun dua hingga tiga persen," katanya.

Indra mengatakan PP Nomor 69 Tahun 2015 berlaku pada 16 Oktober 2015, sedangkan PP Nomor 74 Tahun 2015 mulai efektif 1 November 2015.

"Artinya, PP Nomor 38 Tahun 2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Insa Carmelita Hartoto menilai dengan terbitnya PP tersebut memberikan kemudahan bagi industri pelayaran nasional dalam melakukan kegiatannya, sehingga bisa lebih bersaing di dalam maupun luar negeri.

"Kami mengapresiasi pemerintah menerbitkan dua peraturan ini yang kami perjuangkan sejak 2012, regulasi seperti ini akan memajukan pelayaran dan visi maritim pemerintah," katanya.

Dia berharap agar terbit peraturan lainnya yang mendukung industri pelayaran, sehingga dunia pelayaran yang merupakan tonggak maritim bisa setara dengan negara lain.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015