Jakarta (ANTARA News) - Beberapa anggota DPR mengkritisi rencana pemerintah memberikan amnesti terhadap kelompok bersenjata di Aceh Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi dan tahapan politik asal Papua.

"Din Minimi termasuk kelompok yang terlibat (kejahatan) setelah tanggal berlakunya Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2005 tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin di Ruang Rapat Badan Anggaran, Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin.

Hal itu dikatakannya saat sesi tanya jawab dalam Rapat Gabungan Komisi I dan Komisi III DPR dengan Menkopolhukam, Kapolri, Jaksa Agung, BIN, dan Kemenkumham.

Dia menjelaskan, karena Din terlibat setelah diberlakukannya Perpres no 22 tahun 2005 maka amnesti tidak bisa diberlakukan untuk orang yang terlibat Gerakan Aceh Merdeka dengan menggunakan senjata.

Dia mengatakan Din Minimi tentu menjadi orang yang tidak taat asas karena menyimpan senjata dan terlibat dalam kejahatan.

"Ini mohon menjadi acuan semua, mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan kalau Ampres ke DPR," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan berdasarkan Perpres nomor 23 tahun 2005 sulit untuk ada celah hukum memberi amnesti atau abolisi kepada gerombolan bersenjata seperti Din Minimi.

Dia menjelaskan, bulan Maret 2015, Komisi I dan Komisi III DPR melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Panglima Kodam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh, kesimpulannya bahwa Din Minimi merupakan kelompok kriminal.

"Dan saat itu kami minta agar polisi dan TNI bisa kerja sama untuk lumpuhkan gerakan itu di lapangan," katanya.

Dia menjelaskan, di Aceh, juga ada desakan untuk tidak memberi amnesti pada Din Minimi sehingga pemerintah harus berhati-hati. Menurut dia perdamaian kita selamatkan, tapi penegakan hukum juga harus dijaga kewibawaannya.

Anggota Komisi I DPR Supiadin Aries Saputra meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pemberian amnesti khususnya kepada Din Minimi karena kalau terjadi akan ada protes dari eks anggota GAM.

Dia mengatakan pascapenandatanganan perjanjian Helsinki, ada enam eks anggota GAM yang tidak mendapatkan amnesti sehingga kalau Din diberikan maka dikhawatirkan akan menimbulkan protes.

"Din minta amnesti tapi lupa telah membunuh anggota Kodim (Iskandar Muda) dan memiliki senjata ilegal," katanya.

Politikus Partai Nasdem itu mengatakan berdasarkan perjanjian Helsinki, GAM harus menyerahkan 840 pucuk senjata namun hanya 769 yang diserahkan.

Selain itu, dia meminta kepolisian mengintensifkan razia senjata ilegal sehingga tidak menimbulkan kelompok Din lainnya.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman menyoroti rencana pemberian amnesti bagi tahanan politik Papua dikhawatirkan menimbulkan efek negatif.

Dia mengkhawatirkan apabila di kemudian hari ada kelompok melakukan hal yang sama maka akan mengajukan amnesti. 

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016