Jakarta (ANTARA News), 23/5 (Antara) - Manuver para pedagang gula pasir spekulan yang memainkan isu tidak jelas dengan mengatasnamakan kelompok petani tebu semakin berani khususnya di beberapa daerah di Provinsi Jawa Timur.

"Dari berbagai temuan kami di lapangan, manuver ini jelas terlihat benang merahnya. Pedagang gula spekulan itu tidak nyaman bila pemerintah punya kebijakan yang berpihak pada petani," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Pusat Abdul Wachid kepada pers, di Jakarta, Senin.

Dia menyatakan, pada awal pekan lalu, oknum petani di Jombang digerakkan untuk menyuarakan ancaman boikot pabrik gula (PG) milik BUMN, sedangkan di Surabaya para pedagang berupaya menunggangi petani dengan mengatasnamakan kelompok petani untuk kepentingan pemasaran gula pada 2016.

Seperti informasi yang beredar di kalangan wartawan, para pedagang gula dari berbagai kota berkumpul pada acara sarasehan yang digelar Soemitro Samadikun, Ketua APTRI versi Yogyakarta yang telah ditinggalkan para petani tebu.

Pada sarasehan APTRI versi Soemitro yang digelar di Grha Kebon Agung Surabaya tersebut, Piko, salah seorang pedagang besar gula malah diminta secara khusus untuk berbicara tentang "Strategi Pemasaran Gula 2016."

"Ini sesuatu yang aneh tapi nyata, organisasi yang menamakan petani malah seakan disetir oleh pedagang gula, dan apa namanya kalau bukan APTR boneka," kata Wachid mempertanyakan hal itu.

Ia menegaskan, sejak Munas APTRI Yogyakarta pada akhir 2015, kelompok Soemitro sepatutnya tidak lagi mengatasnamakan petani tebu karena telah dimosi tidak percaya.

Menurut Wachid, sikap organisasi petani idealnya itu steril dan jangan bias dengan kepentingan pihak lain, apalagi yang sikapnya bertentangan.

Kalau ada kebijakan seperti adanya Kartu Tani dan kebijakan pemerintah yang menjamin kepastian rendemen dan pembelian gula petani, maka kebijakan itu harus didukung.

"Lebih 60 persen gula petani itu masih rendemen di bawah 8,5 persen, sehingga kalau ada jaminan dari pemerintah adanya pembelian gula dengan rendemen 8,5 persen oleh PG milik BUMN, kebijakan itu tentu harus didukung," ujar Ketua Umum APTRI yang juga Wakil Ketua Panja Gula DPR RI itu lagi.

Pada sisi lain, para petani tebu sendiri menilai, manuver pedagang gula dinilai hanya akan makin membuka kedok mereka yang sekadar ingin mengeruk keutungan usaha melalui spekulasi harga gula.

"Kami sebagai petani mengapresiasi tujuan ibu Menteri BUMN dengan berbagai terobosan kebijakan, termasuk soal rendemen dan jaminan harga. Kebijakan ini positif buat petani, tapi buat spekulan tentu pukulan," kata Ketua APTRI PTPN X H Mubin.

Menurut Mubin, dengan kegelisahan pedagang yang berspekulasi harga, mereka mengatur strategi pemasaran. Selain itu mereka terlibat di balik kemunculan ancaman boikot dengan mengatasnamakan petani tebu ke PTPN X.

"Awal pekan lalu ada pihak yang mengatasnamakan petani di Jombang dengan menyatakan akan melakukan boikot dengan tidak menyetor tebu ke PTPN X. Lalu mau disetor kemana. Apa motifnya. Janganlah publik dianggap tidak tahu kalau agen dan boneka pedagang sedang bermain dengan organisasi boneka," katanya pula.

Ia menyatakan, ancaman boikot itu sekadar isapan jempol belaka, karena sebagian besar petani di Jombang khususnya dan di Jawa Timur bagian barat umumnya masih memegang loyalitas dan rasionalitas bahwa tebu mereka masih akan digiling ke PG milik PTPN X yang merupakan salah satu BUMN gula terbesar di Indonesia.

"Kalau tebu tidak digiling, apa para petani tidak rugi. Lalu kalau petani rugi siapa yang mau menanggung kerugian. Kami petani bukan orang bodoh. Ini pasti ada oknum yang bermain dengan menyuarakan kepentingan pedagang dan spekulan," ujar Mubin.

Ia menambahkan, saat ini jumlah pasokan tebu yang masuk ke pabrik gula relatif banyak, terlihat dengan panjang antrean truk pengangkut tebu sepanjang 3 km, baik di PG Gempolkrep, PG Ngadiredjo maupun PG Pesantren Baru.

"Panjang antrean ini merupakan bukti petani tidak menggubris skenario oknum yang mengatasnamakan petani untuk melakukan boikot, dan ini adalah fakta sesungguhnya," kata Mubin sambil menambahkan bahwa petani sudah melakukan tebang dan tetap mengirim tebu sesuai dengan jadwal ke pabrik gula.

Terkait jaminan pendapatan minimal petani setara rendemen 8,5 persen, petani menyambut dengan gembira, mengingat mereka kini bisa memperoleh pendapatan lebih bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016