Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Mesir untuk Indonesia Bahaaeldeen Bahgat Ibrahim Dessouki menegaskan pemerintahnya belum dapat memastikan penyebab jatuhnya Airbus 320 EgyptAir pada 19 Mei lalu karena proses investigasi dan upaya pencarian kotak hitam pesawat naas itu masih berlangsung.

"Kami masih menunggu hasil investigasi dan upaya penemuan kotak hitam pesawat sehingga kami belum bisa memprediksi penyebab di balik jatuhnya pesawat kami yang terbang dari Bandar Udara Internasional Charles de Gaulle, Paris, itu," katanya menjawab pertanyaan Antara di Jakarta, Rabu.

Karena itu, Dessouki meminta berbagai pihak agar tidak berspekulasi tentang faktor penyebab jatuhnya pesawat yang membawa 66 orang penumpang dan awak pesawat dalam penerbangan dari ibu kota Prancis ke Kairo, Mesir, pada 19 Mei itu.

"Pemerintah Mesir sendiri baru akan membuat keputusan terkait dengan penyebab jatuhnya pesawat komersial milik maskapai nasionalnya setelah ada hasil investigasi penuh otoritas terkait," katanya dalam sesi tanya jawab pada acara Perayaan Hari Afrika 2016 yang dihadiri para dubes dan diplomat dari 11 negara Afrika.

Terlepas dari musibah yang menimpa pesawat dengan nomor penerbangan MS804 itu, Dubes Dessouki memastikan bahwa tingkat keamanan bandar-bandar udara di Mesir dan keselamatan dunia penerbangan sipil negaranya sangat tinggi.

Kondisi keamanan bandara-bandara Mesir tersebut juga dicek oleh otoritas terkait dari sejumlah negara sebagai dampak dari jatuhnya pesawat sipil Rusia di Semenanjung Sinai tahun lalu.

Perihal keamanan penerbangan sipil negara itu pernah dijelaskan Menteri Urusan Penerbangan Sipil Mesir Sherif Fathi Attia kepada sejumlah wartawan Indonesia yang mengunjungi Mesir pada 18 April lalu.

Dia mengakui ancaman terorisme merupakan tantangan pertama bagi Mesir menyusul kasus jatuhnya pesawat sipil Rusia tahun lalu namun kondisi keamanan aviasi di negaranya "jauh lebih aman" dari apa yang kerap digambarkan oleh sejumlah media luar negeri.

Setelah kejadian yang diyakini Kepala Dinas Keamanan Federal Rusia Aleksander Bortnikov disebabkan oleh serangan teroris tersebut, Mesir bekerja sama dengan banyak pihak dalam memperkuat standar prosedur operasional keamanan bandara-bandara negara itu.

"Bahkan, standar prosedur operasional keamanan bandara-bandara di Mesir bisa jauh lebih ketat dibandingan standar internasional," kata Attia.

Dia mencontohkan pihaknya menerapkan pemindai tubuh (body scanner) setelah penumpang melintasi metal detector namun pelaksanaannya tidak mengabaikan kenyamanan penumpang.

Apa yang disampaikan Sherif Fathi Attia tentang penerapan standar prosedur operasional keamanan bandara yang ketat itu dirasakan setiap penumpang yang bepergian lewat Bandara Internasional Kairo, Aswan dan Luxor.

Petugas bandara yang meminta penumpang meletakkan komputer jinjing, sepatu, ikat pinggang, jam tangan, dan barang-barang lain dari bahan metal di boks yang telah disediakan untuk kemudian dimasukkan ke mesin detektor serta melakukan penggeledahan fisik merupakan pemandangan biasa demi memastikan keamanan.

Selama puluhan tahun, Mesir yang dijuluki "Umm-Al-Dunya" atau "Induknya Dunia" ini menikmati sumber pendapatan yang relatif besar dari kunjungan turis-turis mancanegara seperti Rusia, Inggris, Jerman, Italia, Polandia, dan Prancis.

Kepala Otorita Pariwisata Mesir Samy Mahmoud mencatat puncak kejayaan sektor pariwisata Mesir dicapai pada 2010 dengan total jumlah turis yang berkunjung 14,7 juta orang dan pendapatan 12,5 miliar dolar AS.

Namun pencapaian tahun 2010 itu tak bertahan setelah sektor pariwisata negara itu terpukul oleh dampak dari Revolusi Mesir tahun 2011. Tren penurunan tersebut berlanjut hingga 2015 dimana total jumlah turis mancanegara yang berlibur ke Mesir hanya mencapai sembilan juta orang dengan total pendapatan negara 6,2 miliar dolar AS.

Pewarta: Rahmad Nasution
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016