Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR, Ade Komarudin, tidak setuju apabila menggunakan pendekatan militer dalam upaya pembebasan WNI yang disandera di Filipina selatan, karena bisa dilakukan dengan cara persuasif.

Menurut dia, di Jakarta, Jumat, diperlukan kerjasama dengan pemerintah Filipina agar kejadian tersebut tidak berulang karena ini menyangkut keamanan.

"Saya mendapatkan informasi bahwa penyandera tujuh WNI adalah sempalan kelompok Abu Sayaf, yang tidak memiliki motif ideologis namun pragmatis (mencari tebusan dana)," katanya.

Baca Juga :  Tidak ada bekas penganiayaan pada awak tugboat Charles yang kembali

Dia yakin pemerintah mampu membebaskan tujuh WNI yang disandera kelompok bersenjata di Filipina Selatan, karena memiliki pengalaman dalam upaya pembebasan.

"Saya percaya kepada pemerintah Indonesia untuk menangani karena sudah memiliki langkah-langkah yang sebelumnya efektif dalam membebaskan sandera WNI," katanya, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat.

Dia juga mengingatkan kalau bisa prosesnya bisa dipercepat karena sudah paham apa yang harus dilakukan terkait masalah sandera.

"Soal waktu harus lebih cepat, langkah-langkah yang dilakukan aparat tidak boleh menganggap enteng karena semua harus dilakukan sistematis," ujarnya.

Baca Juga : TNI akan diizinkan masuk Filipina bebaskan sandera

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, membenarkan ada tujuh WNI yang disandera dua kelompok bersenjata yang berbeda di Filipina Selatan pada 20 Juni 2016.

"Pada 23 Juni 2016, kami mendapat konfirmasi bahwa telah terjadi penyanderaan terhadap WNI ABK kapal tunda Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152," kata Marsudi, di Kementerian Luar Negeri, di Jakarta, Jumat.

Penyanderaan itu terjadi di Laut Sulu dalam dua tahap, yaitu pada 20 Juni sekitar pukul 11.30 waktu setempat dan sekitar 12.45 waktu setempat oleh dua kelompok bersenjata yang berbeda.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016