"Percuma gengsi kalau tidak ada nasi", kata Isabela Ene Ndetu saat bercerita mengenai kegiatannya saat libur kuliah.

Isabela, mahasiswi semester lima Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, membunuh gengsi dan menjadi buruh bangunan mengikuti pekerjaan ayahnya, saat liburan kuliah.

"Angkat semen, kadang juga angkat-angkat pasir," kata Isabela.

Ia mengaku tak malu melakukan pekerjaan tersebut, meskipun berstatus sebagai mahasiswa.

Menurut dia, lebih baik ayahnya mempekerjakannya, daripada mengupah buruh lain untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.

Ayahnya, Petrus Ndetu sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Dengan pekerjaannya tersebut, ia harus menghidupi lima anak dan seorang istri.

Dengan kondisi seperti itu, kata Bela, ia tak yakin bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.

"Bagaimana bisa kuliah, ada empat adik yang harus dibiayai. Lagipula tidak mungkin kuliah, kuliah itu mahal," ucapnya.

Beruntung, saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), ia mendapat informasi mengenai Beasiswa Bidikmisi, yakni beasiswa yang diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi secara akademik, tapi tidak mampu secara ekonomi.

Ia pun mendaftar dan mengikuti seleksi, hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan beasiswa tersebut.

Melalui beasiswa tersebut, ia bisa mewujudkan mimpinya untuk mengecap jenjang pendidikan tinggi.

"Bapak mengatakan, tidak mungkin nasib keluarga kita berubah tanpa pendidikan."

Hal itu yang terus memotivasinya untuk terus kuliah. Ia pun mengambil studi peternakan, karena terinspirasi dengan tantenya yang bekerja di balai peternakan.

Dengan beasiswa Bidikmisi, ia mendapatkan bantuan biaya hidup sebesar Rp600.000 setiap bulannya. Dana tersebut diberikan selama satu semester.

Uang beasiswa itu digunakannya untuk keperluan kuliah, transportasi, sementara sisanya ia berikan pada orang tuanya. "Saya cuma mengambil secukupnya saja."

Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, ia berharap bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik. Orang tuanya telah berpesan, agar ia dapat menjadi panutan bagi adik-adiknya.

"Kamu anak pertama dan anak perempuan, jika kamu gagal maka kebawahnya juga akan gagal," kenang gadis berambut panjang itu.

Saat ini, Bela mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3,25. Ia berharap bisa lulus tepat waktu yakni delapan semester.

Buruh
Tak sulit untuk menemukan rumah Bela yang terletak di Jalan Bajawa RT 47/RW 17 Kelurahan Futululi, Kupang. Rumahnya berada persis di penurunan jalan dan jauh berbeda dengan rumah-rumah di sekitarnya.

Di lingkungan rumahnya tersebut, hanya rumahnya saja yang terbuat dari bebak, yakni sejenis kayu yang hidup di Nusa Tenggara Timur. Sementara rumah lainnya, sudah terbuat dari semen.

Rumahnya pun terbilang sangat sederhana, karena hanya terdiri dari beberapa ruangan.

Saat Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir datang ke rumahnya pada Jumat, Bela sedang kuliah.

Menteri Nasir hanya bertemu dengan kedua orang tuanya, Petrus dan Maria. Maria tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada Menristekdikti karena pemerintah telah memberikan beasiswa, sehingga anaknya bisa melanjutkan kuliah.

Dari rumahnya ke kampus, Bela harus naik bemo (angkutan umum) sebanyak tiga kali dengan biaya Rp12.000 per hari.

"Terimakasih pak menteri, sudah memberikan beasiswa. Kalau tak ada beasiswa, anak kami tidak akan kuliah," ujar Maria.

Dalam kesempatan tersebut, Mohamad Nasir berpesan agar Bela belajar bersungguh-sungguh dan mampu menjadi teladan bagi adik-adiknya.

Dipangkas
Pada 2016, pemerintah menetapkan kuota beasiswa Bidikmisi sebanyak 65.000, dan kemudian ditingkatkan menjadi 75.000.

"Pada 2017, anggaran kita dipangkas Rp1 triliun, namun kami tidak akan memangkas beasiswa, yang dipangkas hanya biaya operasionalnya saja," kata menteri dalam kesempatan bertemu dengan para penerima Bidikmisi di Universitas Nusa Cendana, Kupang.

Pemerintah juga akan meningkatkan biaya hidup yang diterima dari sebelumnya Rp600.000 per bulan menjadi Rp650.000 perbulan.

Kenaikan tersebut, dirasakan sangat penting untuk mengimbangi laju inflasi. Untuk meningkatkan biaya hidup sebesar Rp50.000 saja, pihaknya perlu menggeser anggaran sebesar Rp800 hingga Rp900 miliar, karena jumlah penerima beasiswa yang mencapai 360.000 mahasiswa.

Pada 2017, pihak Kemristekdikti juga akan menambah kuota beasiswa dari sebelumnya 75.000 menjadi 90.000 beasiswa.

"Meski tren yang terjadi saat ini, penurunan anggaran, kami berjanji untuk tidak menggeser alokasi dana untuk beasiswa," papar Nasir.

Meski demikian , dia mengaku belum bisa meningkatkan kuota beasiswa untuk tiap universitasnya.

Penyebabnya adalah penambahan jumlah perguruan tinggi negeri baru, yang juga memerlukan kuota beasiswa.

Sementara itu, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti, Intan Ahmad mengatakan pada semester terdapat sebanyak 2.395 penerima beasiswa Bidikmisi di Nusa Tenggara Timur.

"Sejauh ini Bidikmisi sudah menunjukkan kualitasnya, hingga akhir 2015, sebanyak 51 persen penerima Bidikmisi mendapatkan IPK 3 hingga 3,5. Kemudian sebanyak 28 persen mendapat IPK diatas 3,5, dan 0,7 persen mendapat IPK 4.0," ungkap Intan.


Oleh Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016