Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan memeriksa tiga saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan tersangka Miryam S Haryani.

"Tiga orang saksi itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSH," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

Tiga saksi yang diperiksa itu antara lain mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) atau Staf Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, dan pensiunan PNS atau mantan staf Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Yosef Sumartono.

KPK telah menetapkan mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi dengam terdakwa Irman dan Sugiharto.

Atas perbuatannya, Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

"Miryam S Haryani merupakan tersangka keempat yang sudah ditetapkan KPK dalam kasus indikasi korupsi KTP Elektronik ini. Tersangka sebelumnya adalah Andi Agustinus (AA) dari swasta dan dua orang sebelumnya yang sudah diproses dalam persidangan sebagai terdakwa, yaitu Irman dan Sugiharto," ucap Febri.

Febri menyatakan setelah KPK menetapkan empat tersangka tersebut tentu saja pihaknya masih akan terus mendalami fakta-fakta persidangan yang ada dan mendalami kemungkinan indikasi keterlibatan pihak lain.

Dalam persidangan pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (KTP-E).

"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.

Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.

Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp5,95 triliun tersebut.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK juga menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka dalam kasus pengadaaan KTP Elektronik.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017