Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa dengan memperkuat kerja sama kawasan khususnya ASEAN dinilai akan memberi posisi tawar yang kuat dalam kerja sama dengan negara-negara lain di dunia.

Hal tersebut disampaikan Enggartiasto sebelum menghadiri Pertemuan Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers/AEM Meeting) yang akan berlangsung 7-11 September 2017 di Pasay, Filipina.

"Di tengah renegosiasi kesepakatan di kawasan lain untuk menyatukan visi dan misinya, serta kecenderungan kesepakatan bilateral, Pertemuan AEM ini menjadi sangat penting sebagai pendorong untuk terus meningkatkan proses integrasi dan kerja sama ASEAN," kata Enggartiasto, dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis.

Indonesia, lanjut Enggartiasto, perlu memanfaatkan peranan kawasan guna menghadapi tantangan global yang terjadi saat ini. Menurutnya, melalui ASEAN bisa membawa Indonesia dalam peta regional yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan global yang semakin berat.

"Indonesia tetap bisa menjadi negara utama tujuan investasi tanpa meninggalkan ASEAN. Dengan ASEAN, Indonesia memiliki peranan yang lebih besar," ujar Engggartiasto.


Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita menjadi pembicara dalam salah satu sesi Inclusive Business Summit di Hotel Marriott, Pasay City, Manila, Filipina.

Pada AEM 2017 di bawah keketuaan Filipina, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi fokus pembahasan utama.

Isu lain yang juga menjadi prioritas ASEAN antara lain meliputi skema sertifikasi mandiri ASEAN untuk surat keterangan asal (SKA), investasi, perdagangan jasa, konektivitas intra ASEAN melalui ASEAN Roll-on Roll-off, Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), pemberdayaan ekonomi wanita, serta e-dagang.

Selain itu, Enggartiasto juga menjadi salah satu pembicara dalam forum "Inclusive Business Summit" yang baru dilaksanakan untuk pertama kalinya di Hotel Marriot, Kota Pasay, Filipina.

Bersama dengan Secretary of Trade and Industry of the Philippines Ramon M. Lopez, Minister of International Trade and Industry Malaysia Dato Sri Mustapa Muhamed, serta Deputy Minister Ministry of Industry and Trade Viet Nam, Enggartiasto hadir dalam sesi "Enabling Inclusive Business Through Policy".

Dalam kesempatan itu, Enggartiasto mengatakan bahwa untuk mendorong bisnis inklusif, pemerintah harus melakukan peran dalam meningkatkan kesadaran dan menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pengembangan model dan ukuran kegiatan bisnis inklusif yang berbeda.

"Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah memberikan fokus pada salah satu tantangan utama yaitu minimnya pembiayaan," ujar Enggartiasto.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menjelaskan bahwa arah dari bisnis inklusif tersebut adalah pengembangan ekonomi kerakyatan dan mempersiapkan pelaku usaha dalam menghadapi dan memasuki rantai pasok global.

Bisnis inklusif merupakan bisnis yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi memberikan dampak yang lebih luas yaitu menyejahterakan masyarakat. Bisnis inklusif ini masih merupakan konsep yang relatif baru digalakkan oleh ASEAN.

Di Indonesia, perusahaan besar memegang peranan penting dalam pengembangan bisnis inklusif di berbagai sektor, khususnya di sektor berbasis agro seperti karet, kakao, lada, teh, vanili, dan kelapa sawit. Fokusnya adalah pada peluang dan kesempatan bisnis pada masyarakat berpenghasilan rendah.

Sementara untuk sektor manufaktur, bisnis inklusif yang dikembangkan antara lain elektronik, mebel rotan, dan herbal; di sektor jasa termasuk pariwisata, pemasaran, serta layanan transportasi berbasis aplikasi dengan jangkauan bisnis yang lebih luas.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017