Semarang (ANTARA News) - Universitas Negeri Semarang (Unnes) tetap mempertahankan Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah untuk mendukung pembangunan karakter mahasiswa.

"Dari dulu sampai sekarang, Pendidikan Pancasila tetap menjadi mata kuliah dasar umum (MKDU) di Unnes," kata Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman saat dihubungi Antara dari Semarang, Minggu malam.

Artinya, kata Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes itu, Pendidikan Pancasila menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa di seluruh fakultas dan program studi yang ada di universitas konservasi.

Menurut dia, nilai-nilai Pancasila wajib ditanamkan, termasuk kepada kalangan mahasiswa untuk menanamkan kesadaran pentingnya Pancasila untuk mempersatukan kebhinnekaan bangsa yang sedemikian majemuk.

"Dalam Pendidikan Pancasila, terkandung nilai-nilai Pancasila, empat pilar kebangsaan, bela negara, dan wawasan kebangsaan. Wajib diberikan sebagai mata kuliah. Kami tidak pernah menghapusnya," kata Fathur.

Beberapa tahun lalu, sempat ada kebijakan mengganti mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi Fathur menegaskan Unnes tetap mempertahankannya.

Kalau Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, kata dia, malah menjadi program studi tersendiri bernama PPKn di bawah Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Unnes, dan kaitannya lebih pada bagaimana hidup bernegara.

"Pendidikan Pancasila itu sarat nilai, filosofi. Tidak boleh dihapuskan. Di situ, terangkum pula empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika," katanya.

Berkaitan dengan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang wajib pada Orde Baru, Fathur mengatakan nilai-nilai yang dikemas dalam P4 masih sangat penting karena berasal dari Pancasila.

Hanya saja, kata Fathur, metode kegiatannya yang dulunya penataran harus lebih disesuaikan dengan perubahan zaman, terutama kondisi generasi muda sekarang ini agar hasil yang diharapkan bisa tercapai secara maksimal.

"Ya, kalau nilainya masih sangat penting dan tidak bisa diubah-ubah, harus dihidupkan lagi. Akan tetapi, metodenya yang harus lebih diperbaharui, menyesuaikan kondisi anak-anak muda sekarang ini," pungkasnya.

(U.KR-ZLS/R018)

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017