Jakarta (ANTARA News) - Pada semester I tahun 2017, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional mengalami peningkatan permintaan hingga 30 persen, khususnya pasar dalam negeri, sehingga ikut mendorong kenaikan utilisasi produksi mencapai 5-10 persen. 




Bahkan, laju pertumbuhan dari sektor padat karya berorientasi ekspor ini juga menanjak sebesar 1,92 persen (YoY) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

 

“Kinerja positif ini dinilai oleh kalangan pelaku industri TPT nasional, salah satunya karena peran dari Satuan Tugas Penertiban Impor Barang Berisiko Tinggi yang dibentuk oleh pemerintah,” kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Rabu.




Sigit menyampaikan hal itu pada Pembukaan Integrated Textile Trade Show (INTEX) 2017 serta Home Textile and Furnishing di Jakarta.

 

Sigit menambahkan, faktor pendongkrak lainnya adalah melalui penerapan kebijakan fiskal dan non-fiskal dari beberapa paket kebijakan ekonomi yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Hal ini sebagai langkah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. 




“Misalnya, memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday,” ujarnya.

 

Guna mendukung peningkatan kinerja industri TPT nasional, pemerintah juga memangkas berbagai peraturan, perizinan, dan birokrasi agar memudahkan pelaku industri dalam berusaha di Indonesia.




Selain itu, mengawal sistem pengupahan untuk menjamin kepastian bagi tenaga kerja dan pelaku usaha, mengembangkan pusat logistik berikat (PLB), serta melaksanakan program pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolang Menengah Kejuruan dengan industri.

 

Dengan berbagai kebijakan tersebut, Kemenperin menargetkan laju pertumbuhan industri TPT nasional hingga akhir 2017 dapat mencapai 2,59 persen dengan nilai ekspor sebesar 12,09 miliar dollar AS dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 2,73 juta orang. 




Sedangkan, pada tahun 2019, diproyeksikan laju pertumbuhan industri TPT mencapai 3,56 persen dengan nilai ekspor sebesar 15 miliar dollar AS dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 3,11 juta orang.

 

“Apalagi, industri TPT nasional dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional sehingga bisa menjadi modal yang kuat dalam memperluas pasar global,” tuturnya. 




Potensi ini, menurut Sigit, perlu terus dimanfaatkan dan didukung melalui langkah konkret.




Misalnya, melalui kolaborasi antara industri kain dengan disainer nasional dan internasional. Ini untuk membangun sinergi menuju branding nasional sebagai upaya strategis membangun kemandirian industri TPT nasional.

 

Dalam upaya meningkatkan target pertumbuhan dan kinerja industri TPT di tengah tekanan daya saing dan persaingan global saat ini, Kemenperin tengah bekerjasama dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) dalam menyusun peta jalan tentang Program Pengembangan Industri TPT Nasional yang terintegrasi dari hulu sampai hilir untuk jangka waktu sampai dengan tahun 2035.

 

Selanjutnya, guna meningkatkan supply chain khususnya pasokan bahan baku kapas, Kemenperin bersama dengan beberapa pengusaha tekstil nasional akan melakukan kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS) dalam rangka membahas kerja sama antara AS-Indonesia terkait impor kapas.

 

“Diharapkan dari hasil pertemuan tersebut untuk ke depan impor kapas dari Amerika Serikat dapat ditempatkan di gudang PLB Indonesia, sehingga pasokan bahan baku kapas bagi industri pemintalan dalam negeri dapat memperoleh kemudahan,” jelas Sigit.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017