Kekerasan di sekolah yang paling sering terjadi di Gunung Kidul adalah kekerasan verbal, hal tersebut bisa berdampak ketidaknyamanan siswa saat berada di sekolah, bahkan kadang ada kasus seorang siswa tidak mau pergi ke sekolah karena menjadi korban
Gunung Kidul (ANTARA News) - Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, membentuk "sekolah antikekerasan" dalam upaya menekan kekerasan di sekolah.

Penilik Madya Pendidikan Anak Usia Dini UPTD Disdikpora Gunung Kidul Sugiran di Gunung Kidul, Senin, mengatakan pembentukan sekolah antikekerasan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak, dan mengatasi segala masalah yang dihadapi oleh para siswa saat berada di sekolah.

"Kami dari dinas akan mengusahakan pembentukan sekolah aman ini dengan membuat surat edaran," kata Sugiran.

Ia mengatakan nantinya akan melakukan pengawasan di setiap sekolah dalam pembentukannya. Disdikpora akan membuat tim pencegahan kekerasan, maupun kanal informasi, sehingga apabila terjadi kekerasan di luar sekolah, tidak menutup kemungkinan korban bisa langsung menghubungi.

"Saya akan menghadap kepala dinas, agar dibuat surat edaran khusus supaya sekolah-sekolah melaksanakan upaya penanganan kekerasan sesuai standar," katanya.

Sugiran mengimbau kepada sekolah-sekolah yang ada untuk melibatkan siswa dalam pembuatan tata tertib, dengan begitu para siswa bisa mendapatkan pemahaman dan kesadaran akan tata tertib itu sendiri.

"Kekerasan di sekolah yang paling sering terjadi di Gunung Kidul adalah kekerasan verbal, hal tersebut bisa berdampak ketidaknyamanan siswa saat berada di sekolah, bahkan kadang ada kasus seorang siswa tidak mau pergi ke sekolah karena menjadi korban kekerasan verbal," katanya.

Manajer Divisi Pendampingan Rifka Annisa Indiah Wahyu Andari mengatakan sekolah harus berupaya menekan kekerasan terhadap siswa didiknya. Hal ini masih belum ada sistem yang jelas di lingkungan pendidikan dalam menghadapi kekerasan yang terjadi di sekolah. Kasus kekerasan di lingkungan sekolah banyak terjadi sepanjang tahun.

"Bentuknya seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, perundungan, dan juga ekpolitasi," katanya.

Dia mengatakan faktor penyebab kekerasan itu bisa terjadi akibat relasi kuasa, terlebih lagi anak dalam hal ini berada pada struktur gender yang paling rendah, dan rentan. Untuk itu perlu kerjasama semua pihak untuk menekan angka kekerasan terhadap anak.

"Mereka (anak) itu masih belum matang, mereka belum memiliki kemampuan utuh untuk melindungi diri sendiri," katanya.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017