Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Setya Novanto hari ini menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dalam kasus korupsi dalam pengadaan KTP-Elektronik.

Dua kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail dan Firman Wijaya, sudah ada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengikuti sidang itu.

"Saya kemarin sore bertemu Beliau, cuma tidak tahu kondisi beliau pagi ini karena kita tidak berkomunikasi dan belum berkomunikasi dengan jaksa penuntut umum," kata Maqdir.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Yanto akan memimpin majelis hakim dengan anggota Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar dan Ansyori Syaifudin dalam sidang perkara korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto. 

Keempat anggota majelis hakim itu mengadili perkara korupsi dalam pengadaan KTP-elektronik dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Irman, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan pengusaha Andi Narogong.

Setya Novanto dan pengacaranya sedang mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdananya berlangsung Kamis (7/12) dan pembacaan putusannya dijadwalkan berlangsung Kamis (14/12) sore.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan praperadilan tersebut gugur. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015 pengertian "perkara sudah mulai diperiksa" adalah saat pokok perkara disidangkan.

"Yang patut disesali karena ini bukan tindakan yang bijak. Mestinya pihak KPK tidak melimpahkan terlebih dulu perkara ini sambil menunggu putusan praperadilan, bagaimana pun juga ini kan hak orang untuk mendapat keadilan kalau itu prosesnya benar kemudian dianggap sah ini yang akan ikut terus sampai terbawa ke putusan pengadilan. Ini bukan satu cara penegakan hukum yang baik," kata Maqdir.

Namun ia mengaku siap menjalani sidang dakwaan tersebut.

"Kalau acara hari ini kami hanya mendengarkan dakwaan. Kami memang sudah baca semua dakwaan perkara yang berhubungan dengan perkara ini kami punya banyak perkara yang akan kami bawa ke eksepsi nanti," tambah Maqdir.

Setnov didakwa menggunakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Orang yang terbukti bersalah melanggarnya diancam pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017