Jakarta (ANTARA News) - Polisi belum akan memeriksa tiga anak jalanan yang menjadi korban dalam kasus video porno anak.

"Healing process (proses penyembuhan) dulu. Saat ini belum diperiksa," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Umar Surya Fana, dalam pesan singkat, Selasa.

Menurut Kombes Umar Surya Fana, psikologi para bocah malang ini terganggu sehingga penanganan penyembuhan trauma mereka akan didampingi oleh psikolog.

Sebanyak enam tersangka telah ditangkap polisi dalam kasus ini.

"Pelaku yang diamankan ada enam orang," katanya.

Dari enam tersangka, rinciannya seorang pria bernama Faisal Akbar yang berperan sebagai `sutradara` dalam video, dan lima perempuan berinisial Cici (perekrut pemeran perempuan), Intan dan Imel (sebagai pemeran perempuan dalam video dan perekrut para korban), serta Susan dan Herni yang merupakan ibu dari korban.

Faisal tidak hanya berperan sebagai sutradara video, ia juga berperan sebagai penjual video berkonten porno tersebut.

Para pelaku yang merupakan warga Bandung ini ditangkap pada kurun waktu tiga hari, yakni pada Jumat (5/1) hingga Minggu (7/1).

Umar mengungkapkan bahwa video asusila itu dibuat pada rentang waktu April hingga Agustus 2017 di dua hotel yang berbeda di Bandung.

Korban `dijual` oleh orang tua mereka dengan alasan ekonomi.

"Karena faktor ekonomi," katanya.

Kemudian hasil rekaman video tersebut dikirim oleh tersangka Faisal ke pemesan yang berada di luar negeri dengan harga jual yang telah disepakati.

Atas perbuatannya, para pelaku diancam dengan pasal berlapis yakni pelanggaran UU Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Sebelumnya, publik dikejutkan dengan beredarnya video porno yang dilakukan oleh seorang perempuan dewasa dengan dua bocah laki-laki. Video yang diduga dibuat pada bulan November 2017 tersebar di media sosial dalam beberapa hari terakhir.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018