Juba, Sudan Selatan (ANTARA News) - Sudan Selatan dan dua lembaga PBB telah bergabung guna memerangi ulat grayak, atau ulat tentara (Spodoptera litura), hama pemakan tanaman yang telah menyerbu ribuan hektare lahan pertanian di negara yang dicabik perang itu.

Kementerian Pertanian dan Keamanan Pangan Sudan Selatan, Organisasi Makanan dan Pertanian PBB (FAO) serta Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan mereka akan bekerjasama dengan meningkatkan pemantauan dan pelatihan petani. Mereka juga akan menyesuaikan praktek penanganan terpadu ulat grayak di seluruh negeri tersebut.

Menteri Pertanian dan Keamanan Pangan Sudan Selatan Onyoti Adigo mengatakan pemerintah telah bermitra dengan kedua lembaga PBB itu untuk mengembangkan rencana aksi strategis bagi penanganan ulat grayak di Sudan Selatan.

Ia mengatakan rencana tersebut akan didukung oleh dana sebesar tiga juta dolar AS dari Pemerintah Jepang.

"Kami ingin meragamkan sektor pertanian kami dan menerapkan tindakan kuat pengendalian hama agar rakyat Sudan Selatan terbebas dari situasi rawan pangan saat ini," kata Onyoti di Ibu Kota Sudan Selatan, Juba.

"Saya mendesak mitra kami dan tenaga ahli agar melakukan penelitian intensif mengenai ulat grayak. Wilayah Afrika Timur juga memerlukan upaya bersama guna menanggulangi wabah di wilayah itu," ia menambahkan, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi.

Serge Tissot, Wakil FAO di Sudan Selatan, mengatakan ulat grayak menimbulkan ancaman lain kelaparan bagi rakyat Sudan Selatan. Ia menambahkan FAO akan bekerjasama dengan pemerintah mitranya guna melaksanakan mekanisme campur-tangan di seluruh Sudan Selatan.

"Sudan Selatan sudah menghadapi banyak masalah berkaitan dengan keamanan pangan. Ulat grayak cuma ancaman tambahan. Penting untuk melakukan pendekatan terhadap ancaman ini dengan semua kemapuan," kata Tissor. "Kami berada di sini untuk secara bersama memerangi ulat grayak di Sudan Selatan dan saya yakin ini akan berhasil."

Sudan Selatan mengumumkan wabah ulat grayak pada Juni 2017, dan Kementerian Pertaniannya menyatakan pada Agustus lalu bahwa 166.000 hektare lahan pertanian telah diserang hama itu, 500 hektare di antaranya rusak total.

Simon Cammelbeech, Wakil WFP di Sudan Selatan, mengatakan hama ulat grayak telah menyebar ke delapan negara bagian di Sudan Selatan.

Lembaga pangan dunia menyatakan organisasi tersebut prihatin bahwa hama itu telah menyebar ke semua bagian wilayah ekuator tersebut, daerah yang dipandang sebagai lumbung pangan utama bagi Sudan Selatan, tempat petani sudah berjuang cukup berat untuk bisa makan.

Menurut FAO, kehadiran ulat grayak pertama kali dilaporkan di Sao Tome dan Principe sekitar Januari 2016, dan telah menyerang lahan pertanian di beberapa negara di Afrika timur dan selatan.

FAO menyatakan ulat grayak dapat mengakibatkan kerugian besar sektor pertanian sampai 73 persen, tergantung atas kondisi yang ada dan sulit untuk mengendalikan dengan penggunaan satu jenis pestisida, terutama ketika hama tersebut telah mencapai tahap larva lanjutan.

Pewarta: Antara
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018