Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri mengimbau WNI yang akan pergi ke luar negeri untuk menyesuaikan visa dengan peruntukan kunjungan, menyusul dua pelawak Indonesia yang ditahan di penjara Hong Kong atas tuduhan penyalahgunaan visa.

"Kami menyampaikan imbauan kepada WNI yang akan berkunjung ke negara manapun agar memastikan bahwa visa yang digunakan sesuai dengan tujuan kunjungan," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal di Jakarta, Kamis.

Yudo Prasetyo alias Cak Yudo dan Deni Afriandi alias Cak Percil ditahan karena dianggap melanggar Undang-Undang Imigrasi Hong Kong dengan menerima honor sebagai pengisi acara yang digelar komunitas tenaga kerja Indonesia, Minggu (4/2).

Kedua komedian asal Jawa Timur itu memasuki wilayah Hong Kong, Jumat (2/2), dengan menggunakan visa turis.

Otoritas Hong Kong menemukan bukti cukup atas adanya pelanggaran izin tinggal bagi penyelenggara acara dan penyalahgunaan visa turis bagi pengisi acara.

Panitia penyelenggara telah diinterogasi aparat setempat dan dilepaskan dari tahanan, namun wajib lapor Imigrasi Hong Kong secara berkala.

Baca juga: Kemlu terus usahakan WNI bebas visa Schengen

Kedua pelawak telah disidangkan di Pengadilan Shatin, Hong Kong, Selasa (6/2), dan kini ditahan di Penjara Lai Chi Kok.

Menurut Iqbal, kejadian yang menimpa kedua pelawak umum terjadi di mana komunitas WNI di Hong Kong sering mengundang pembicara atau pengisi acara dari Indonesia tanpa memastikan pihak yang diundang menggunakan visa sesuai peruntukan.

"Mungkin karena mereka tahunya ke Hong Kong itu bebas visa sehingga kurang pengetahuan kalau ada visa khusus untuk tujuan komersial," tutur Iqbal.

Iqbal menegaskan WNI yang akan berkunjung ke luar negeri untuk mengisi sebuah acara dan menerima honor atau upah dari aktivitas tertentu tidak bisa menggunakan visa kunjungan biasa.

Ia berjanji akan lebih mengintensifkan sosialisasi penggunaan visa sesuai peruntukan kepada WNI yang berada di luar negeri.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018