Jakarta (ANTARA News) - Kepala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai mengatakan pengelolaan rumah aman butuh ketelitian karena rumah aman dapat dilaporkan atas tuduhan penculikan atau penyekapan jika proses hukum keliru, apalagi jika anak yang ditempatkan di tempat tersebut memiliki orang tua dengan hak asuh.

Menurut Semendawai di Jakarta, Selasa dalam kasus anak yang akan ditempatkan di rumah aman, harus benar-benar memerhatikan proses hukum, terutama terhadap anak yang masih memiliki orang tua dan hak asuh.

"Orang tua dapat meminta polisi untuk memerkarakan pihak-pihak yang dianggap membawa anaknya," kata Semendawai.

Semendawai mengatakan dalam menempatkan saksi dan korban di rumah aman, atau dengan kata lain memberikan mereka perlindungan, LPSK memiliki sejumlah persyaratan, antara lain proses pidana yang melibatkan saksi dan korban tersebut sudah dimulai.

"Jadi, LPSK tidak serta-merta dapat melindungi saksi dan korban. ?Harus ada landasan hukum yang kuat untuk menghindari kesalahpahaman atau dilaporkan balik," katanya.

Rumah aman LPSK, kata dia, terbagi yang permanen dan juga yang dapat dipindahkan, rumah aman yang dikelola pun beragam, mulai yang tingkat ancamannya rendah, sedang maupun tinggi.

Selain LPSK, calon terlindung juga harus menaati persyaratan dengan diatur kemudian dalam surat perjanjian antara LPSK dan terlindung.

"Kewenangan LPSK mengelola rumah aman diatur dalam undang-undang dan hanya LPSK yang diberikan kewenangan tersebut," ujar dia.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018