Jakarta (ANTARA News) - Industri Kecil Menengah dinilai potensial dikembangkan dengan teknologi digital berdasarkan Peta Jalan Making Indonesia 4.0 yang akan memberikan arah yang jelas bagi pergerakan Indonesia di masa depan.

“Dalam kegiatan penumbuhan dan pengembangan IKM nasional melalui teknologi digital, Kementerian Perindustrian telah membuat e-Smart IKM,” kata Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, melalui keterangannya, di Jakarta, Jumat.

DIa menyampaikan hal itu ketika menjadi narasumber pada Indonesia Industrial Summit 2018, di Balai Sidang Jakarta.

Sejak diluncurkan e-Smart IKM pada akhir 2016, nilai transaksi di pasar mencapai lebih dari Rp320 juta yang didominasi dari komoditas makanan dan minuman, logam, furnitur, kerajinan, fesyen, herbal, serta produk industri kreatif lain.

“Dalam upaya mendorong pelaku IKM kita terlibat di e-Smart IKM, kami telah melaksanakan lokakarya agar mereka dibekali pelatihan untuk peningkatan daya saing dan produktivitas usahanya,” jelas dia.

Pada 2017, sebanyak 1.730 IKM telah mengikuti lokakarya e-Smart IKM, yang ditargetkan untuk 2018 dapat menggandeng 4.220 IKM dan pada 2019 mencapai 10.000 IKM di seluruh Indonesia.

Selain itu, pembinaan dalam program e-Smart IKM juga meliputi pemantauan data performansi setiap pelaku usaha yang telah tergabung dalam e-Smart IKM.

“Nantinya hasil dapat terlihat berapa jumlah pelaku IKM yang sukses dalam transaksinya atau menjadi juara, dan mereka yang belum sukses dalam transaksinya, bahkan ditunda,” imbuhnya.

Bagi mereka yang telah sukses, menurut dia, pihaknya akan memberikan fasilitasi agar mereka dapat mengakses pasar yang lebih luas.

“Akses pasar akan diberikan hingga ke pasar global. Untuk itu, kami memfasilitasi pengembangan produk sesuai standar global dan juga diikuti sebagai peserta pameran internasional,” tuturnya.

Bahkan, mereka pun berpeluang untuk menjadi reseller produk-produk IKM lain, yang diharapkan kisah suksesnya menjadi inspirasi bagi para pelaku IKM untuk tumbuh dan berkembang.

Sedangkan bagi yang belum sukses atau bahkan di-tunda oleh jaringan pasar, Ditjen IKM akan mengembangkan agregator, yakni pijakan yang mengumpulkan produk IKM dan memfasilitasi penjualan online.

“Termasuk logistik dan layanan pelanggan, yang dapat dilakukan oleh Koperasi, Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) IKM, dan IKM champion. Kami telah mengidentifikasi beberapa faktor penyebabnya, antara lain ketiadaan waktu untuk berjualan online karena sibuk berproduksi atau sudah memiliki distributor sendiri,” paparnya.

Dia menambahkan, faktor lainnya yang menjadi penyebab belum suksesnya pelaku IKM di pasar online, yaitu dari segi karakteristik produk.

“Maksudnya adalah produknya tidak dijual eceran, atau produknya bersifat business to business (B2B), seperti IKM yang memproduksi mesin dan peralatan produksi,” ujarnya. Hal ini akan coba dipecahkan melalui kerja sama dengan jaringan pasar, di antaranya indonetwork, indotrading, atau alibaba.

Dalam upaya mendorong pelaku IKM nasional masuk ke jaringan pasar, Kementerian Perindustrian beserta Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 2017 telah bekerja sama untuk memfasilitasi akses internet di sentra IKM seluruh Indonesia.

“Sampai saat ini sudah terpasang di empat titik sentra IKM, dan empat titik lainnya sedang menyusul,” ungkapnya.

Keempat sentra IKM yang sudah terpasang, yaitu di Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), Polewali Mandar (Sulawesi Barat), Bondowoso (Jawa Timur) dan Lampung, serta sisanya yang masih dalam proses pemasangan akses internet adalah di Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), dan Seram Bagian Barat (Maluku).

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018