Bengkulu (ANTARA News) - Kelompok masyarakat sipil mengkritik proyek energi listrik berbahan batu bara yang diinvestasikan pemerintah Tiongkok di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di Kota Bengkulu karena dampak buruk bagi lingkungan, terutama pencemaran udara dan air.

"Pemerintah China seharusnya menyelaraskan kebijakan luar negeri dengan prinsip rendah karbon, bukan mengembangkan energi kotor batu bara," kata Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar di Bengkulu, Senin.

Ia mengatakan hal itu terkait kunjungan kerja Perdana Menteri Tiongkok, Li Keqiang ke Indonesia pada 6-7 Mei 2018 dan salah satu agendanya adalah bertemu Presiden RI Joko Widodo untuk membahas rencana investasi PLTU batu bara di Indonesia.

Ali mengatakan Kanopi Bengkulu bersama lima lembaga non-pemerintah yakni YLBHI, Walhi, Jatam, 350.0rg dan Greenpeace Asia Tenggara, telah bersurat ke Kedutaan Tiongkok di Jakarta dan ke Presiden Joko Widodo yang berisi keberatas akan pokok pembahasan yang direncanakan pada pertemuan bilateral tersebut.

"Hampir seluruh proyek PLTU batu bara baik di Jawa dan Bali, termasuk di Teluk Sepang, Bengkulu mengalami penolakan warga karena dampak pencemaran air dan udara," ujarnya.

Proyek PLTU batu bara di Teluk Sepang, Kota Bengkulu berkapasitas 2 x 100 Megawatt merupakan investasi pemerintah Tiongkok sebesar lebih Rp2,8 triliun. Peletakan batu pertama proyek dilangsungkan pada Oktober 2016 dan saat ini dalam tahap konstruksi.

Sejak awal rencana pembangunan proyek tersebut, warga Kelurahan Teluk Sepang telah menyampaikan penolakan karena khawatir terhadap dampak buruknya terutama pencemaran udara dan laut tempat para nelayan menggantungkan hidup.

Baca juga: Warga khawatirkan pembangunan PLTU Batu bara di pantai Teluk Sepang

Bahkan acara peletakan batu pertama oleh mantan gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang saat ini mendekam di penjara karena tersangkut kasus korupsi itu diwarnai pemblokiran jalan oleh ratusan warga Kelurahan Teluk Sepang sebagai bentuk penolakan.

Sementara di Bali kata Ali, investasi PLTU batu bara lainnya yang didanai Tiongkok di Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, sedang digugat secara hukum oleh masyarakat terdampak, terutama petani dan nelayan.

Karena itu, kelompok masyarakat sipil yang mendampingi korban terdampak mendesak pemerintahan Tiongkok untuk mengurungkan niat mengembangkan investasi sektor energi kotor di wilayah Indonesia.

"Kalau investasi mengancam sumber-sumber penghidupan sebaiknya dihentikan. Segera beralih ke investasi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan dan Tiongkok tentu bisa terlibat," kata Ali.

Baca juga: Masyarakat kritik investasi PLTU batubara dari Tiongkok

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018