Jakarta (ANTARA News) - Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengecam keras aksi teror di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur, yang menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.

"Dalam situasi seperti ini, kami bersama-sama dengan seluruh masyarakat yang berkehendak baik, mengecam keras peristiwa yang oleh Presiden disebut tindakan biadab," ujar Uskup Suharyo saat menyampaikan pernyataan kepada wartawan di Katedral Jakarta, Minggu malam.

Menurut uskup, kekerasan oleh siapapun, oleh agama dan budaya manapun, tidak dibenarkan karena menyebabkan musibah kemanusiaan yang oleh beberapa orang disebut sebagai kejahatan luar biasa.

Meski menimbulkan rasa sedih dan kemarahan, Uskup Suharyo mengajak seluruh masyarakat berdoa untuk para korban dan keluarga mereka, juga untuk aparat keamanan yang masih menjalankan tugas mengungkap pelaku ledakan di Surabaya.

"Saya yakin rakyat Indonesia ingin mendukung lewat doa-doa dalam iman yang berbeda-beda, saudara-saudara kita yang tidak bersalah yang menjadi korban, juga mereka yang sedang menjalankan tugas kenegaraan menjaga keamanan masyarakat," tutur dia.

Secara khusus, uskup mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, beserta pejabat negara lainnya yang mengunjungi lokasi bekas ledakan di Surabaya.

"Di tengah-tengah keadaan seperti ini kita boleh percaya negara sungguh-sungguh hadir, menunjukkan dengan sangat jelas simbol bahwa negara menolak terorisme dengan alasan apapun," ujarnya.
 

Dalam kesempatan tersebut, Uskup Suharyo juga menerima bunga mawar putih dan gula-gula dari komunitas Sabang Merauke, sebagai simbol solidaritas antarumat beragama di Tanah Air, yang juga merasakan duka mendalam akibat ulah teroris.

Perwakilan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi mengatakan bahwa ledakan di tiga gereja di Surabaya bukan tragedi golongan atau agama tertentu, tetapi tragedi seluruh bangsa Indonesia.

"Saya yakin banyak di antara kita yang sedih, marah, kecewa, tetapi tidak tahu mau melakukan apa. Karena itu saya hadir di sini dengan membawa bunga dan gula-gula, saya ingin melakukan sesuatu untuk sedikit mengurangi duka ini," kata dia.

Ayu meyakini justru di saat-saat sulit seperti ini seluruh masyarakat Indonesia harus bersatu padu untuk merawat toleransi di Indonesia.

"Toleransi tidak hanya bisa diajarkan tetapi harus dialami dan dirasakan," tutur perempuan berkerudung itu.

Sebelumnya, beberapa ledakan terjadi di Surabaya, yaitu di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Raya Arjuna.

Ledakan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, yaitu pada Minggu sekitar pukul 07.30 WIB. Adapun dua ledakan lain, berjeda masing-masing 5 menit setelah ledakan pertama.

Baca juga: Uskup Ignatius Suharyo imbau masyarakat tidak terprovokasi aksi teror

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018