Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan bidang Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) perlu mencari solusi dalam mengatasi kendala teknis yang mungkin terjadi dalam praktik pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Terutama terhadap hal-hal aktual seperti penanganan tindak pidana terorisme dengan subjek hukum korporasi," katanya dalam sambutan tertulis pada pembukaan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) JAM Pidum di Jakarta, Rabu.

Penerapan restitusi serta kompensasi terhadap korban tindak pidana terorisme juga perlu dicarikan solusinya, yang nantinya hasil gagasan tersebut bisa dijadikan bahan masukan dalam penyusunan peraturan pelaksana terhadap undang-undang yang baru tersebut.

Ia menjelaskan dalam kaitannya dengan penanganan tindak pidana terorisme, saat ini telah terbit payung hukum baru, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, yang secara resmi telah diundangkan pada tanggal 22 Juni 2018.

Upaya pembaruan UU tersebut, kata dia, dilatarbelakangi oleh adanya peningkatan peristiwa teror yang terjadi di Indonesia, yang mencerminkan bahwa upaya penegakan hukum saja tidak cukup untuk menghentikan atau setidak-tidaknya mengurangi terjadinya tindak pidana terorisme.

Menurut dia diperlukan juga upaya-upaya pencegahan yang lebih masif untuk mengatasi bibit-bibit radikalisme yang berpotensi menjadi tindak pidana terorisme.

Beberapa perubahan atau penambahan materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 masih memerlukan peraturan pelaksana, yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut untuk segera dirumuskan dan ditetapkan dalam jangka waktu 1 tahun setelah undang-undang diberlakukan.

Dalam acara rakernis yang bertemakan "Satukan Langkah Demi Terwujudnya Penegakkan Hukum yang Responsif, Progresif dan Akuntabel", ia juga mengingatkan integritas jaksa dalam penanganan perkara tindak pidana.

"Saya tidak akan berhenti dan merasa lelah untuk mengingatkan para jaksa agar selalu menjaga dan mengedepankan objektifitas, profesionalitas dan proporsionalitas dalam menangani dan menyelesaikan setiap perkara pidana, baik pada tingkat prapenuntutan, penuntutan maupun pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkrah,"  katanya.

Baca juga: Pemerintah siapkan enam aturan turunan UU Antiterorisme

Baca juga: LPSK nilai UU Antiterorisme telah memperkuat hak korban

Baca juga: BNPT apresiasi pengesahan UU Terorisme

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018