Badung, Bali (ANTARA News) - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purnawirawan) Dr Moeldoko berharap keberadaan desa adat di Bali dapat terus dijaga dan dipertahankan karena budaya yang menjadikan pulau ini tetap menarik dikunjungi wisatawan.

"Bali menjadi menarik karena desa adat, dan terkenal karena wisatanya. Itu sebuah kekuatan yang harus dikekola, jangan dikecilkan karena itu menjadi kekuatan dan simbol bagi Bali yang tidak dimiliki daerah lain," ujarnya dalam sebuah acara di Jimbaran, Badung, Jumat.

Saat menjadi pembicara Seminar Bakti Desa IV bertema Inovasi Teknologi pada Pembangunan Desa untuk Menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang diselenggarakan Universitas Udayana, Moeldoko juga mengajak masyarakat memanfaatkan berbagai peluang dan inovasi untuk mempercepat pembangunan desa.

"Konektivitas atau infrastruktur dan ekonomi digital menjadi peluang bagi percepatan pembangunan. Desa harus berpikir menggunakan teknologi untuk kepentingan ekonomi dan kemajuan desa," katanya.

Moeldoko mengatakan pembangunan desa seharusnya juga dilakukan secara partisipatif dengan perencanaan pembangunan dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan semua pihak untuk memikirkan tantangan yang dihadapi dan pengembangan potensi desa seperti, kemiskinan, kesehatan dan masalah sanitasi.

"Dalam melakukan musyawarah desa, undang seluruh elemen masyarakat, undang dari perguruan tinggi, dunia usaha, pelaku usaha, pikirkan produk unggulannya apa, agar pemanfaatan dana desa menjadi pengungkit kemajuan desa," katanya.

Saat ini, katanya, arah pembangunan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) difokuskan pada Indonesia Timur untuk mewujudkan Indonesia-sentris.

"Presiden berpikir sebagai negarawan bagaimana pembangunan merata dan bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia dan itu wujud sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, katanya.

Moeldoko menambahkan, hingga tahun 2018, total dana desa yang telah tersalurkan sebesar Rp128 triliun. Sejak 2015, sepanjang 126.000 kilometer (km) jalan desa sudah terbangun.

"Pemerintah membangun infrastruktur untuk membuka konektivitas antarwilayah, membuka keterisolasian daerah terpencil dan perbatasan. Tidak hanya memiliki dampak fisik karena konektivitas membuka peradaban baru dimana terjadi akulturasi budaya, pendidikan dan ekonomi," katanya.

Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana, Prof Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja mengatakan seminar Bakti Desa IV itu diselenggarakan untuk memberikan pendampingan kepada desa-desa dalam menghadapi berbagai permasalahan, salah satunya menghadapi revolusi industri 4.0.

"Tahun ini, kami fokus pada peningkatan inovasi dan teknologi tepat guna yang menonjolkan ciri khas desa tersebut tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan," katanya.

Terkait Desa Adat di Bali, pembicara lain, Prof. Dr. Wayan P Windia yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Udayana, menyinggung Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

"Bali memiliki dua kategori desa, yaitu desa adat dan desa dinas atau administratif. Di Bali tidak mungkin membangun koordinasi dayuh dengan menghilangkan satu desa. Karena terdapat desa adat yang menjadi warisan budaya, dan erat dalam kehidupan beragama masyarakat disini, katanya.

Seminar Bakti Desa IV diikuti sekitar 900 orang yang terdiri dari Kepala Desa dan Bendesa Adat dari seluruh desa di Bali, tokoh masyarakat, LSM, mahasiswa, dosen serta senat Universitas Udayana.

Baca juga: Para ibu ambil bagian dalam tradisi "mbed-mbedan" di Bali

Baca juga: Pemerintah targetkan registrasi 100 Desa Adat pada 2017


 

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018