Bagi masyarakat yang ingin menonton pementasan cukup membayar tiket Rp15.000, karena melalui teater ini penonton bisa belajar tentang budaya Aceh yang begitu kaya dengan kearifan lokalnya
Banda Aceh,  (ANTARA News) - Teater Rongsokan Aceh bersama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Rongsokan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry akan mementaskan teater tunggal produksi XXII bertemakan tradisi "Peunawa" di Gedung Utama Taman Budaya, Sumatera Utara, pada Senin (28/1) mendatang.

"Persiapan pementasan ini telah dilakukan empat bulan lalu, mereka yang terlibat didalam teater ini merupakan hasil seleksi bersama," kata Ketua Umum UKM KTM Rongsokan UIN Ar-Raniry, Al Khalily di Banda Aceh, Rabu.

Ia menjelaskan kegiatan tersebut terlaksana atas kerja sama Teater Rongsokan Aceh dengan Univeritas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh dan komunitas-komunitas teater di Kota Medan.

Khalily menyebutkan peserta yang akan berangkat berjumlah 25 orang dan dibantu juga oleh para senior yang berkompeten di bidangnya. Pementasan teater ini akan ditampilkan sebanyak dua kali yaitu pada pukul 16.00 WIB dan 20.00 WIB. 

"Bagi masyarakat yang ingin menonton pementasan cukup membayar tiket Rp15.000, karena melalui teater ini penonton bisa belajar tentang budaya Aceh yang begitu kaya dengan kearifan lokalnya," katanya.

Ia berharap dengan pementasan "Peunawa" tersebut dapat menjadi wadah untuk memperkenalkan tradisi dan budaya Aceh dan membuka cakrwala pemikiran orang luar Aceh bahwasannya tradisi Aceh itu tidak sedikit melainkan begitu kaya di "Tanah Rencong".

Sementara itu, penulis sekaligus sutradara dari pementasan, Iwan Bundo mengatakan bahwa pertunjukan kali ini mengusung tema tradisi Aceh, tentang "Kuah Beulangong".

Kuliner asli Aceh ini akan divisualisasikan diatas panggung pertunjukan dan para aktor dituntut untuk menyampaikan pesan secara utuh bagaimana proses kuliner yang "sakral" ini sampai kehadapan para penikmat.

"Banyak kearifan dan tradisi-tradisi Aceh yang hari ini mulai dilupakan oleh generasi muda sekarang. Para millenial tidak lagi berpegang pada akar-akar tradisi, mereka lebih cenderung mengikuti gaya luar, budaya Barat yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya kita di Aceh," katanya.

Iwan menambahkan, pertunjukan tersebut setidaknya menjadi stimulus bagi kita semua agar tetap melestarikan budaya dan khasanah yang dimiliki masyarakat Aceh.

Baca juga: "Tanah Perempuan" Pentas di Aceh

Baca juga: Mahasiswi IAIN Ar-Raniry tulis skripsi dalam tiga bahasa

Pewarta: M Ifdhal
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019