Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 UU No. 7/2017.

"Amar putusan mengadili, menyatakan tidak dapat menerima permohonan pemohon," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna, menyatakan bila pemohon menghendaki pengujian Pasal 222 UU Pemilu, seharusnya meminta ketentuan yang diuji untuk dinyatakan inkonstitusional.

Namun pemohon sebenarnya mengajukan uji formil, karena meminta Mahkamah untuk menilai pembentukan Pasal 222 UU Pemilu. 

"Andaipun kemudian pemohon menghendaki pengujian formil, maka sesungguhnya tidak dapat dilakukan hanya untuk membatalkan pasal-pasal tertentu saja," jelas Palguna.

Palguna menjelaskan bahwa pengujian formil harus tunduk pada syarat batas waktu pengajuan permohonan, yaitu 45 hari sejak undang-undang yang dimohonkan pengujian diundangkan, sehingga pengujian formil terhadap UU Pemilu tidak dapat diajukan lagi. 

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, telah nyata bahwa permohonan pemohon kabur," kata Palguna. 

Sebelumnya Deri Darmawansyah selaku pemohon menilai Pasal 222 UU Pemilu telah menghalangi dirinya untuk mengajukan diri sebagai presiden dari calon mandiri, karena calon presiden harus diangkat oleh partai politik atau gabungan partai politik. 

Sedangkan dalam pemilihan kepala daerah, terdapat calon mandiri dengan pengumpulan suara tanpa melalui partai atau gabungan partai politik, yang tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019