Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengupayakan pemulangan kembali 13 anak buah kapal (ABK) warga Indonesia yang terlantar di India dan Belanda karena perusahaan yang mempekerjakan mereka terjerat masalah hukum.

"Kementerian dan lembaga terkait harus terus berkoordinasi di tingkat teknis untuk segera mencari solusi agar para ABK dapat segera dipulangkan dan memperoleh hak-haknya," kata Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Purbaya Yudhi Sadewa saat memimpin rapat koordinasi di Jakarta, Selasa.

Siaran pers kementerian menyebutkan, dalam rapat itu Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Basilio Dias Araujo mengatakan pemerintah RI telah melakukan berbagai upaya sejak menerima laporan mengenai tertahannya 13 ABK WNI karena perusahaan yang mempekerjakan mereka tersandung masalah hukum di India. 

"Setelah menerima laporan dari otoritas Pelabuhan Mumbai di India tanggal 6 November tahun 2018, KJRI Mumbai telah melakukan kunjungan dan memberikan bantuan makanan ke kapal," ujarnya. 

Sementara Kepala Sub Direktorat Kelembagaan dan Diplomasi Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) New Delhi telah mendatangi Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan India untuk mengupayakan pelepasan ABK WNI.

"Mereka (otoritas India) mengatakan memperhatikan masalah ini namun tetap berpegang pada proses peradilan yang saat ini berjalan bagi pemilik kapal," katanya.

KBRI Den Haag juga telah mendatangi Kementerian Luar Negeri Belanda, negara asal perusahaan tempat ABK WNI bekerja, untuk mendesak perusahaan segera membayar gaji ABK tersebut dan segera memulangkan mereka. 

"Kita upayakan melalui pengacara di India agar perusahaan mau membayar gaji para ABK ini sejumlah di atas empat bulan masa kerja," kata Judha.

Tiga belas ABK Kapal Miss Gaunt dan Kapal Northwind milik Perusahaan Belanda Nordav BV terlantar di India dan Belanda karena perusahaan yang mempekerjakan mereka tersandung masalah hukum di India. 

Perusahaan mengalami pailit sehingga tidak mampu membayar biaya bahan bakar dan agen di India. Akibatnya, perusahaan tidak mampu membayar gaji ABK WNI yang bekerja di dua kapal itu sejak Juli dan September 2018.

Masalah tersebut juga telah dilaporkan ke Organisasi Maritim Internasional (IMO) yang memerintahkan Belanda selaku negara bendera (flag state) dari kapal Miss Gaunt dan Kapal Northwind untuk mendorong pemilik kapal agar menyelesaikan gaji ABK dan memfasilitasi repatriasi.

Berdasarkan ketentuan Maritime Labour Convention 2006 A2.5 di paragraf tujuh yang berbunyi, "Tiap-tiap negara pihak seharusnya memfasilitasi repatriasi ABK yang sedang bersandar atau melalui laut teritorial atau laut dalam serta pergantian personil di atas kapal."

Paragraf ke delapan konvensi IMO menyebutkan bahwa, "Secara khusus, negara pihak seharusnya tidak menolak hak repatriasi masing-masing ABK karena kondisi keuangan perusahaan atau pemilik kapal atau karena ketidakmampuan atau ketidakinginan perusahaan untuk memindahkan ABK-nya." 

Baca juga:
Delapan WNI selamat dari kapal tenggelam di Samudra Atlantik
KJRI Guangzhou bantu pulangkan 22 ABK Indonesia

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019