Bangkok (ANTARA News) - Badan regulator telekomunikasi Thailand, Selasa, membekukan izin operasional stasiun TV yang memiliki hubungan dengan mantan perdana menteri terguling Thaksin Shinawatra, beberapa pekan menjelang pemilihan umum.

Badan regulator itu membekukan izin tersebut dengan alasan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.

Program "Tonight Thailand" dan "Wake Up News" di Voice TV menyebarkan informasi yang memicu kebingungan publik serta perpecahan, kata Komisi Telekomunikasi dan Penyiaran Nasional (NBTC) tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, demikian Reuters melaporkan.

"NBTC memerintahkan Voice TV untuk memperbaiki diri dengan membekukan izin operasional selama 15 hari," kata Komisioner NBTC Perapong Manakit.

Related News: Dewan Nasional Thailand cabut jam malam

Pemilu 24 Maret mendatang akan mempertemukan kalangan promiliter dan loyalis Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha dengan gerakan rakyat yang dipimpin Thaksin dan para pendukungnya.

Pemilu itu menjadi pemilu pertama sejak kudeta militer pada 2014 dan digelar di tengah kekhawatiran upaya penumpasan yang dilakukan junta terhadap lawan-lawannya.

Voice TV dimiliki oleh dua anak Thaksin, yang digulingkan dalam kudeta pada 2006. Sejak 2008, Thaksin tinggal dalam pengasingan untuk menghindari dakwaan korupsi yang menurutnya bermotif politik.

Sekretaris Jenderal NBTC Takorn Tantasith mengatakan pelanggaran itu menentang undang-undang penyiaran, khususnya bagian yang berfokus pada keamanan nasional serta keamanan dan ketertiban.

Beberapa episode yang disebutkan dalam salinan perintah NBTC, yang ditayangkan Voice TV, menampilkan wawancara dengan dua calon perdana menteri dari Partai Pheu Thai naungan Thaksin.

Voice TV pernah dua kali ditutup, yaitu dua hari menjelang kudeta 2014, yang menggulingkan adik Thaksin, mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra, serta pada 2017.

Pemimpin ekeskutif Voice TV Mekin Petchplai menyebut perintah itu tidak adil dan mengatakan pihaknya akan melakukan banding dan ganti rugi senilai lebih dari 100 juta bath (seikitar Rp44,8 miliar).

"Saat negara ini bersiap menggelar pemilu dalam beberapa pekan ke depan, (hal ini) harus dihentikan karena rakyat membutuhkan berita imbang yang berkualitas untuk menentukan suara mereka," kata Mekin.

Redaktur: I Wayan Yoga H
 

Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019