Jakarta (ANTARA News) - Sepuluh hari menjelang 1 Syawal 1428 H atau Idul Fitri, Masjid Agung At-tin di kawasan komplek Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terus disesaki jemaah dari berbagai pelosok wilayah Jakarta, bahkan luar kota, untuk mengikuti ritual tahunan berupa i`tikaf. Sudah lima hari terakhir jemaah yang ikut i`tikaf di masjid tersebut membludak. Lantai dua tempat sholat, balkon hingga lantai dasar dan pelataran penuh dengan orang yang tidur-tiduran, membaca Alquran serta melaksanakan sholat sunat. Padatnya pengunjung membuat pengurus masjid sampai membuka tenda di pelataran. Sementara orang yang baru datang belakangan mencari tempat untuk sholat menjadi sulit, karena begitu banyaknya orang tidur di lantai. Orang tua, lelaki dan wanita, termasuk para remaja tumplek di masjid termegah di Jakarta Timur itu. Di halaman luar terlihat banyak dua sejoli berdekatan. Bisa jadi mereka pacaran, namun ada pula pasangan muda suami isteri yang bergantian membaca Alquran. Para remaja puteri berkerumun di bawah tangga masjid yang dibangun keluarga Presiden RI kedua, Soeharto. Mereka mengenakan pakaian muslimah, tentu juga mengenakan jilbab. Pasangan keluarga Basri dan anak-anaknya, dari Bogor, Sabtu malam, itu boyongan. Mereka membawa kasur lipat. Bagaikan orang berada di sebuah rumah sakit yang tengah menunggu famili dirawat, keluarga ini menggelar kasur di teras masjid. "Darpada di rumah, tidur melulu. Nonton tivi, enakan di sini. Ada kegiatan ngaji," ungkap Saodah, isteri Basri mengomentari tentang kegiatannya itu. Berbeda dengan Rawis, yang berasal dari Cakung. Keluarga muda ini membawa bocah usia dua tahun untuk ikut i`tikaf. Motivasi i`tikaf di masjid At-tin karena suasanannya enak. Tahun lalu juga keluarga ini ikut i`tikaf, namun baru sekarang dapat dilakukan berturut-turut. Harapannya, 10 hari terakhir bisa dilaksanakan semua. Kegiatan i`tikaf dua tahun lalu di masjid yang dibangun tahun 1990-an itu tergolong sepi. Tapi, sekarang, jemaahnya banyak. "Panitianya bekerja bagus," ujar seorang peserta i`tikaf berbusana gamis. Untuk ikut i`tikaf, panitia masjid At-tin mendata peserta. Caranya, peserta diharapkan memberi kontribusi berupa uang lalu panitia memberi kupon untuk diganti pada malam menjelang sahur dengan makanan. Khusus pada malam minggu ini, panitia i`tikaf juga memberi suguhan hiburan berupa pemutaran film perjuangan umat Islam dalam memerangi kaum Yahudi. "Daya tarik i`tikaf di At-tin memang luar biasa," kata Sofyan, yang datang dari Bogor, dan mengaku kecewa karena tak dapat ruang untuk sholat di balkon masjid. Tepat jam 02.00 WIB, seluruh pengunjung yang tidur dibangunkan. Panitia mengumumkan akan dilaksanakan sholat sunat. Jemaah bangun, lantas berbondong-bondong mengambil wudhu. Beberapa saat kemudian dilaksanakan sholat sunat. Usai sholat disusul mendengarkan tausiah. Sebagian jamaah menangis, karena penceramah mampu menggugah hati. Terlebih isi tausiah mengingatkan tentang perjalanan hidup manusia hingga mati. Materi ceramah dibawakan dalam suasana sejuk, lampu redup dan bebas dari suara bising kehidupan sehari-hari. Tepat Pukul 03.00 WIB, jemaah turun ke lantai dasar untuk menukar kupon dengan makanan sahur. Menunya: lalap mentimun, ikan goreng tuna, nasi putih, sambal plus jeruk dan air putih. "Nikmat, walau menunya sederhana," kata H. Rodjali, warga dari Condet. Rangkaian i`tikaf baru selesai dengan ditutup sholat subuh berjamaah dan membaca Al Quran bersama-sama. I`tikaf bertujuan menghidupkan sunah Rosulullah SAW dalam rangka mencapai ketaqwaan bagi seorang hamba. I`tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan dan diutamakan pada bulan Ramadhan. Dikhususkan 10 hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr. KH. A. Mustofa Bisri pernah bertutur, Nabi Muhammad SAW yang sudah begitu dekat dengan Allah perlu beri`tikaf. Sehingga karena begitu lama di masjid, istri Sayyidatina Aisyah mengirim makanan. Pada zaman serba sibuk, beri`tikaf tak populer lagi. Terlebih bagi orang kota dan menganggap dirinya modern, pekerjaan i`tikaf diibaratkan sebagai pengangguran. Padahal, justru di kebendaan ini mendominasi kehidupan seperti sekarang, orang butuh meliburkan diri dari kerutinan pemanjaan jasad. Memberi bagian rohani untuk berkomunikasi sendiri dengan Al-Khalik, menyerap cahaya dari Nur-Nya yang agung bagi kepentingan janji pertemuan kita dengan-Nya. Sungguh, i`tikaf itu menjadi ibadah yang menyenangkan. (*)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007