Jakarta (ANTARA) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan bahwa kewajiban registrasi kartu seluler dengan identitas asli bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan.

"Kalau nanti semua orang menggunakan telepon tidak terdaftar, kejahatan-kejahatan tidak selesai, masyarakat yang dirugikan," kata Wakil Ketua BRTI Semuel Abrijani Pangerapan, saat ditemui di Jakarta, Selasa.

Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) dalam keterangan tertulis mengeluhkan bisnis mereka merugi mencapai Rp500 miliar karena kartu perdana yang mereka jual pada periode 21-23 Februari hangus.

Menurut Semuel, polemik tersebut merupakan hubungan dagang antara pedagang kartu seluler dengan operator seluler selaku produsen SIM Card.

"Itu hubungan dagang, saya tidak tahu perjanjiannya bagaimana, dia jual SIM Card siapa, kontrak kerjanya bagaimana," kata Semuel.

BRTI tidak mengatur pedagang soal penjualan kartu perdana, mereka mengatur operator seluler.

KNCI dalam keterangan resmi mengaku kartu perdana yang mereka jual pada periode tersebut terblokir karena tidak dapat didaftarkan menggunakan Nomor Induk Kependudukan dan nomor Kartu Keluarga. Mereka memperkirakan ada satu juta nomor yang hangus di seluruh Indonesia.

Mereka juga mengalami kerugian pada periode November 2017 hingga Juni 2018 akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016, yang mewajibkan pengguna ponsel untuk mendaftarkan nomor seluler sesuai dengan NIK dan nomor KK. Semua kerugian tersebut diperkirakan mencapai Rp500 miliar.

KNCI melayangkan surat kepada BRTI untuk meminta penjelasan serta pertanggungjawaban atas kebijakan tersebut yang dinilai sangat merugikan mereka.

Meskupun setelah peraturan tersebut berlaku, masih ditemui SMS penipuan di masyarakat, Semuel khawatir jika tidak ada kewajiban registrasi kasus kejahatan sulit dilacak.

Baca juga: Pasca ketentuan registrasi kartu, Tri sebut tingkah laku pelanggan berubah

Baca juga: Kementerian Komunikasi dan Informatika blokir 50 juta kartu prabayar Telkomsel

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019