Magelang (ANTARA) - Presiden Joko Widodo kaget saat seorang warga yang sedang berdialog dengannya di Pondok Pesantren Darussalam Timur Watucongol, Jawa Tengah, tidak sengaja memanggilnya "Pak Kiai".

Warga tersebut adalah seorang ibu bernama Sugiati yang berasal dari Desa Kloso yang berbatasan dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

"Saya sehari-hari jualan sayuran, kubis, kentang, dan seledri yang omzetnya Rp100 ribu hingga Rp500 ribu. Kalau keuntungannya saat ramai Rp20 ribu hingga Rp100 ribu Pak Kiai, eh, kok Pak Kiai," kata Sugiati sambil tertawa kecil.

Kontan saja panggilan "kiai" itu membuat ratusan santri dan santriwati serta warga yang ada di pesantren tersebut ikut tertawa. Presiden pun ikut tertawa mendengar sebutan itu.

"Saya baru sekali ini dengar dipanggil kiai, mungkin saya sudah pantas, ya?" kata Presiden sambil bercanda.

Presiden saat itu memang mengenakan kemeja putih, celana hitam, dan peci hitam, serta tidak mengenakan alas kaki saat berbicara di atas panggung.

Meski menyebut Presiden dengan sebutan "kiai", Sugiati pun dengan lancar menyebutkan keluhannya kepada Presiden.

"Saya punya anak laki-laki kembar, kelas 2 SMA, tetapi tidak punya Kartu Indonesia Pintar (KIP, ini mau melanjutkan kuliah," kata Sugiati dalam bahasa Jawa.

Presiden menjelaskan, "Ini bisa ini kelanjutan KIP yang untuk SD, SMP, SMA, SMK, ini KIP Kuliah yang bisa kuliah akademi, universitas, perguruan tinggi lain baik dalam maupun luar negeri. 'Mboten' apa-apa, nanti dicatat Pak Menteri."

Selain Sugiati, seorang warga bernama Sokiman dari dusun Kenarwan, Sleman Yogyakarta juga ikut berdialog dengan Presiden.

"Saya usaha tani, dipercaya tetangga untuk mengolah tanah 4.000 meter, ditanami pantun (padi)," kata Sokiman.

Per 1.000 meter persegi, menurut Sokiman, dapat menghasilkan 250 kilogram sehingga lahan seluas 4.000 meter persegi dapat menghasilkan 1 ton padi.
Ia mendapat 60 persen dari hasil panen tersebut, sedangkan 40 persen untuk pemilik lahan.

Seperti Sugiati, Sokiman pun ikut menyampaikan keluhannya.

"Anak saya tiga, yang paling besar alumnus Ponpes Darussalam, sekarang meneruskan sekolah di Yogya tetapi kekurangan biaya," kata Sokiman.

"Anak pertama semester berapa?" tanya Presiden.

"Skripsi," jawab Sokiman.

"Memang kalau untuk skripsi perlu berapa?" tanya Presiden.

"Kurang lebihnya tidak kurang dari Rp10 juta," jawab Sokiman.

"Lo, banyak sekali hanya untuk skripsi," kata Presiden.

"Untuk biaya lain-lain juga," jawab Sokiman yang disambut tawa Presiden dan warga lain.

"Oh, ada lain-lainnya, nanti dicatat Menteri Sekretaris Kabinet," kata Presiden.

Tidak lupa Presiden memberikan foto Sugiati dan Sokiman yang sudah tercetak dalam album bertuliskan "Istana Presiden Republik Indonesia".

"Ini biasanya kalau maju saya beri sepeda tetapi sekarang saya beri foto, 'cepet banget' kerjanya, baru di sini 5 menit sudah difoto. Album foto ini ditukar bisa 20 sepeda, yang mahal ada tulisan 'Istana Presiden RI', tetapi fotonya Pak Sokiman di sini juga mahal, ha-ha-ha... kepada Pak Menteri dahulu," kata Presiden sambil menyodorkan album foto kepada Sokiman.

Selain Presiden Jokowi, hadir pula Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. ***2***

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019