Pemungutan suara di luar negeri yang berlangsung lebih cepat dari pemilihan dalam negeri telah menunjukkan masalah-masalah serius, sekaligus pengalaman yang sangat berharga dalam pemilihan di dalam negeri pada 17 April lusa
Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua KPU RI periode 2016-2017 Juri Ardiantoro mengatakan persoalan yang terjadi dalam pemungutan suara di luar negeri harus menjadi pelajaran berharga dalam penyelenggaraan pemilu di dalam negeri 17 April 2019.

"Pemungutan suara di luar negeri yang berlangsung lebih cepat dari pemilihan dalam negeri telah menunjukkan masalah-masalah serius, sekaligus pengalaman yang sangat berharga dalam pemilihan di dalam negeri pada 17 April lusa," kata Juri dalam siaran pers di Jakarta, Senin.

Juri mengatakan masalah-masalah yang terjadi saat pemungutan suara di luar negeri harus menjadi pelajaran serius untuk diantisipasi karena menyangkut dua persoalan yang fundamental dalam pemilu yang demokratis.

Persoalan pertama, kata dia, bagaimana penyelenggara pemilu dapat menjamin setiap WNI yang memenuhi syarat sebagai pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas tanpa ada halangan apapun.

"Betapa pentingnya jaminan ini sehingga jika ada gangguan atau halangan atas penggunaan hak ini, pelakunya dapat dipidana dan proses pemungutan suara di tempat terjadinya gangguan dapat diulang," jelas Juri.

Misalnya, kata dia, yang berpotensi menjadi gangguan baik langsung maupun tidak saat warga hendak datang ke TPS adalah kegiatan-kegiatan pembukaan dapur umum, bazar rakyat atau kegiatan keagamaan yang sengaja dirancang untuk memengaruhi pemilih di sekitar TPS.

Juri menekankan jika ada indikasi kegiatan yang mengganggu warga menggunakan hak pilihnya, petugas harus dapat mengaturnya agar warga dapat menggunakan hak pilih dengan bebas, merasa aman dan nyaman.

Persoalan fundamental kedua adalah bagaimana penyelenggara pemilu dapat menjamin bahwa seluruh suara yang telah diberikan pemilih dan menjadi hak masing-masing peserta pemilu, baik dalam pemilu presiden maupun legislatif dijaga sekuat tenaga dari kemungkinan terjadinya distorsi atau kecurangan perolehan hasil suara.

"Yang kedua inilah yang sering disebut sebagai hasil pemilu yang berintegritas. Tentu saja, berbagai tantangan akan dihadapi penyelenggara untuk dapat mewujudkan misi fundamental tersebut, terutama karena kompleksitas baru yang dihadapi penyelenggara pada Pemilu 2019, yakni pemilu presiden dan legislatif diselenggarakan serentak di hari yang sama," kata dia.

Penyelenggara pemilu, kata dia, telah memiliki pengalaman dan preseden yang baik dan menjadi contoh banyak negara yang sukses menyelenggarakan pemilu yang demokratis.

"Saran saya agar penyelenggara pemilu dapat mewujudkan misi fundamental tersebut adalah, pertama seluruh aparat atau petugas penyelenggara harus memiliki kapasitas mumpuni dalam mengawal hak pilih warga dan hasil pemilu," jelasnya.

Kapasitas ini menyangkut tiga dimensi, yakni dimensi pemahaman yang utuh akan berbagai regulasi yang ada; dimensi kepatuhan atau ketaatan regulasi/hukum secara konsisten untuk mengawal seluruh tahapan pemilu; dan dimensi kapasitas untuk dapat mencari jalan keluar yang meyakinkan dan memuaskan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul secara konstitusional.

Dia mencontohkan, masalah dari kasus lemahnya kapasitas petugas adalah saat serta merta menutup TPS dan menolak pemilih yang sudah mengantri untuk menggunakan hak pilihnya.

Padahal, kata dia, aturan yang benar adalah pemilih yang sudah mengantri sebelum jam pemungutan ditutup, masih diberikan giliran memilih sampai habis antrean yang ada.

Saran kedua, seluruh aparat penyelenggara pemilu di semua tingkatan mutlak memegang teguh netralitas baik dalam bersikap, bertindak dan dalam mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut hak pilih dan dipilih.

Netralitas ini akan menjadi alasan para pihak mempercayai penyelengara pemilu dan hasil pemilunya.

Sementara itu saran lain untuk memperkuat tingkat kepercayaan proses dan hasil pemilu adalah seluruh proses yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dilakukan secara terbuka atau transparan.

Prinsip keterbukaan ini akan mengikis kecurigaan sekaligus memagari berbagai kemungkinan pihak-pihak lain yang berusaha berlaku curang.

"Pemilu di luar negeri kemarin kan itu masalahnya ada banyak warga di beberapa perwakilan negara yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dengan berbagai alasan dan saat yang sama ada banyak petugas yang tidak memahami dan mengomunikasian berbagai regulasi secara memadai," terang dia.

Dia menekankan jika hak pilih dapat sepenuhnya dijamin dan integritas hasil suara pemilu dapat dijaga, masyarakat dan para pihak akan mengakui dan menerimanya, dan dengan demikian legitimasi pemilu dapat diraih secara meyakinkan.

"Ujungnya, berbagai spekulasi negatif pasca-pemilu akan tertolak dengan sendirinya," kata dia.

Baca juga: WNI di Vietnam antusias gunakan hak pilih Pemilu 2019

Baca juga: Pemungutan suara di Los Angeles berlangsung hingga dini hari

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019