Jakarta (ANTARA) - Sosok R.A Kartini menjadi simbol bagi kebangkitan sosok wanita di Indonesia. Semangat dan capaiannya mampu mengaktifkan saraf-saraf kaum hawa mengeluarkan potensi terbaiknya.

Tidak perlu pedang atau tombak yang mampu merobohkan lawan, tetapi idealis dan visinya seakan lebih tajam dari pedang serta lebih berdesing dari peluru.

Hal yang mampu menciptakan generasi ke depan lebih siap menghadapi dunia untuk kepentingan nusa dan bangsa.

Baca juga: Target Kartini terlampaui

Titisan tersebut, salah satunya tercermin pada Yulianti yang tiada henti mengajarkan Afdil (12 tahun) mengucapkan kata "Ibu" dan "Bapak".

Diulang-ulang kata tersebut, hingga akhirnya murid berkebutuhan khusus asuhannya, bisa mengucapkan kata "Ibu" dan "Bapak" dengan lancar.

Sehari-hari, dalam catatan yang dihimpun ANTARA melalui keterangan PT Pertamina selaku binaan, Yulianti (36 tahun) menghabiskan hampir 10 jam waktunya menjadi relawan pengajar di sekolah Dreamable, di kawasan Desa Tegal Luar, Kabupaten Bandung.

Baca juga: Peringati Hari Kartini, Pertamina bantu modal perempuan pemilik UMKM

Tidak hanya mengajar, tetapi Yulianti juga menjemput muridnya untuk bisa mengikuti pendidikan luar biasa di Sekolah Dreamable, sekolah yang didirikannya.

Yulianti, ibu tiga anak ini hanya mengenyam pendidikan formal hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dikaruniai anak sulung yang juga berkebutuhan khusus membuatnya semangat untuk mendobrak penilaian orang kebanyakan.

Unit Manager Communication & Pertamina MOR III Dewi Sri Utami (kiri) membantu anak berkebutuhan khusus menggunakan kursi roda usai mengikuti kegiatan belajar mengajar pada program Dreamable di PKBM Hidayah , Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/3/2019). Kegiatan tersebut bertujuan untuk membantu dan mengarahkan anak berkebutuhan khusus dalam meningkatkan kepercayaan diri, bersosialisasi serta edukasi pengembangan karakter sebagai bentuk turut serta Pertamina terhadap pengembangan pendidikan dan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia. ANTARA JABAR/Novrian Arbi/agr.
“Saya harus bisa memandirikan anak saya. Saya ingin membuktikan dan memberikan contoh kepada semua orang, kunci mendidik anak berkebutuhan khusus adalah ketelatenan, sabar dan ikhlas,” katanya.

Dan hal tersebut terbukti. Anak sulung Yulianti, yang kini telah berusia 17 tahun, bisa hidup mandiri.

Baca juga: Pertamina persembahkan diskon bright gas Rp21 ribu di hari Kartini

Belajar dari pengalaman mendidik anaknya, sejak tahun 2014, Yulianti mengumpulkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekitar tempat tinggalnya dan menjadi relawan pengajar.

Selain mengumpulkan anak di rumahnya, sesekali Yulianti juga melakukan home visit bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang “dikurung” di rumah oleh orang tuanya.

“Alasannya bermacam-macam. Ada orang tua yang malu memiliki anak berkebutuhan khusus, ada juga yang pesimis anak mereka tidak akan bisa apa-apa sehingga hanya dibiarkan di rumah saja. Ada pula anak berkebutuhan khusus yang dibiarkan menjadi pengemis,” katanya.

Perjuangan dan ketekunan, berbuah manis. Perlahan satu persatu orang tua mulai terbuka. Mereka merasakan kemajuan yang didapat dari sekolah non formal yang digagas Yulianti. Bahkan beberapa orang tua akhirnya ikut terjun menjadi relawan pengajar di Sekolah Dreamable.

Baca juga: "Kartini" pengawal demokrasi

Yulianti pun mulai memperluas jangkauan menjaring anak-anak berkebutuhan khusus hingga ke wilayah Bojongsoang dan bertemu dengan Cecep Hidayah, Pemilik Yayasan Hidayah. Cecep bersedia menyumbangkan ruangan kelas dan halaman sebagai tempat berkebun, untuk menunjang fasilitas pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Setidaknya kini ada 37 anak yang menjadi anak didiknya.

Guna memantapkan metode pengajaran dengan kurikulum pendidikan luar biasa, Yulianti membekali dirinya dengan mengambil ujian paket C atau setara SMA, untuk melanjutkan kuliah jurusan Pendidikan Luar Biasa di Universitas Islam Nusantara, Bandung. Dari kampus, Yulianti juga mendapatkan bantuan relawan pengajar dari teman-teman kuliahnya.

Baca juga: PKBM Hidayah dengan dukungan Pertamina gelar "dreamable" untuk ABK

“Motivasi kami bersama adalah mendidik anak-anak berkebutuhan khusus agar bisa mendapatkan wadah yang tepat, untuk menggali potensi masing-masing. Anak-anak ini adalah kunci surga bagi orang tuanya, sehingga kewajiban kita para orang tua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi mereka,” ujar perempuan yang bercita-cita mendirikan SLB Formal ini.

Sebagai pejuang hak anak berkebutuhan khusus, Yulianti tak melupakan kodratnya sebagai ibu rumah tangga. Dia tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu rumah tangga dan mendidik anak-anaknya.

"Perempuan boleh maju, tetapi urusan rumah tetap prioritas. Semangat Kartini dalam memberikan pendidikan bagi orang lain, telah menginspirasi saya untuk terus memperjuangkan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus agar bisa membanggakan orang tuanya".

Baca juga: Koalisi Perempuan: pendidikan anak perempuan masih dinomorduakan

Sejak digandeng Pertamina tahun 2018, melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan, Sekolah Dreamable yang didiran Yulianti mulai mengembangkan berbagai kegiatan pendidikan luar ruang. Seperti ternak ikan lele dan menanam sayuran.

Pertamina juga telah berkolaborasi dengan beberapa pihak untuk dapat memfasilitasi pengembangan potensi anak–anak, dengan melakukan serangkaian assessment untuk memantau pengembangan anak dan bantuan pendidikan lainnya seperti alat belajar dan pelatihan untuk pengembangan relawan pengajar.

Baca juga: Perempuan-perempuan tangguh di tengah bencana
 

Editor: Budi Setiawanto
Copyright © ANTARA 2019