Jakarta (ANTARA) - Bawaslu mencabut akreditasi salah satu lembaga pemantauan Pemilu, yaitu PT Prawedanet Aliansi Teknologi yang mengelola laman www.jurdil2019.org karena telah bersikap tidak netral.

"PT Prawedanet aliansi teknologi merupakan lembaga yang tercatat dan terakreditasi sebagai lembaga pemantau pemilu di Bawaslu, sehingga berhak untuk melakukan pemantauan, termasuk memantau terhadap proses pemungutan suara dan penghitungan suara," kata Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar saat konferensi pers di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa,

Namun, lanjut dia, pada faktanya PT Prawedanet aliansi teknologi telah melakukan "quick count" dan mempublikasikan hasil "quickcount" tersebut melalui bravos radio dan situs www.jurdil2019.org.

Ia menyebutkan, sebagai pemantau Pemilu yang telah tercatat di Bawaslu seluruh lembaga pemantau Pemilu harus bersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu pasangan calon.

Fritz menjelaskan dalam aplikasi maupun video tutorial jurdil2019.com memuat gambar atau simbol pendukung relawan atau hashtag salah satu pasangan calon.

Dari fakta tersebut Bawaslu menilai PT Prawedanet Aliansi Teknologi telah menyalahgunakan sertifikat akreditasi nomor 063 yang dikeluarkan oleh Bawaslu.

Sertifikat tersebut hanya dapat digunakan PT Prawedanet Aliansi Teknologi untuk tujuan pemantauan Pemilu.

"Sedangkan melakukan dan mempublikasikan hasil 'quick count' merupakan kegiatan survei yang hanya boleh dilakukan oleh lembaga survei yang telah terdaftar di KPU," jelasnya.

Dalam kedudukannya sebagai pemantau Pemilu, PT Prawedanet Aliansi Teknologi terikat pada larangan melakukan kegiatan yang dapat mengganggu proses pelaksanaan Pemilu, mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara pemilu, dan atau melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan sebagai pemantau Pemilu sebagaimana digariskan dalam pasal 21 huruf a, c dan e. Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2018 tentang pemantau pemilu.

"Bahwa terhadap fakta tersebut kegiatan PT Prawedanet aliansi teknologi dapat dikualifikasi sebagai perbuatan yang memenuhi larangan dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 huruf j dan K, Pasal 21 huruf a, c dan e, dan pasal 26 ayat 2 Perbawaslu Nomor 4 Tahun 2018. Dan oleh karenanya Bawaslu berwenang untuk mencabut akreditasi sebagai pemantau pemilu dan meminta kepada instansi yang berwenang untuk menutup situs Jurdil2019.org," tegasnya.

Menurut Fritz, setiap warga negara berhak berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pemilu sebagai wujud ekspresi dan hak konstitusional warga negara.

"Namun demikian, Undang-undang Pemilu memberikan pembatasan terhadap partisipasi masyarakat tersebut demi menjamin tertib hukum proses pemilu, agar tercipta kepastian hukum penyelenggaraan Pemilu," sebutnya.

Salah satu bentuk pembatasan terhadap partisipasi pengawasan dan pemantauan tersebut, lanjut Fritz, harus terlebih dahulu mendapatkan akreditasi dari Bawaslu.

"Bawaslu sebagai satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan oleh Undang-undang Pemilu untuk menyelenggarakan pengawasan pemilu," ujarnya.

Sementara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Samuel Abrijani Pangerapan mengatakan, pemblokiran laman Jurdil2019.org di lakukan atas permintaan Bawaslu RI.

"Pemblokiran adalah bentuk sanksi administrasi. Saya garis bawahi. Pemblokiran itu sanksi administrasi. Karena biasanya kalau ada yang dilanggar bisa juga sampai dikenakan sanksi hukum lainnya," ujar Semuel.

Dia menambahkan, bagi pemilik website yang merasa keberatan bisa mengajukan banding ke Kemenkominfo.

"Bisa mengajukan (banding) ke kami. Nanti kami tunjukan kesalahannya apa," ucapnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019