Beijing (ANTARA) - Tujuh anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia terkatung-katung selama dua pekan di perairan Shanghai, China, setelah kapal yang mereka awaki ditahan oleh pihak berwenang setempat (MSA), kata kapten kapal. 

"Kapal kami ditahan karena masuk tanpa izin. Kemarin sudah diproses oleh Imigrasi dan MSA (Badan Keamanan Laut) Shanghai. Tapi bos lepas tangan dan tidak mau bertanggung jawab," kata Kapten Kapal Jixiang, Waryanto bin Riswad (41), saat dihubungi Antara dari Beijing, Rabu.

Ia mengungkapkan bahwa kapal berbendera Sierra Leone milik perusahaan asal Taiwan itu sedang dalam perjalanan mengangkut gula dari Taipei dan Taichung menuju Hong Kong.

"Namun, kami tidak tahu kenapa harus putar haluannya ke Shanghai. Akhirnya kapal kami ditahan pada 17 April lalu," kata pelaut asal Jakarta itu.

Setelah diproses dan dikenai sanksi pembayaran denda, pihak perusahaan kapal mangkir dan justru memerintahkan Waryanto menjalankan kapal, yang saat ini posisinya di dekat pantai Shanghai itu.

"Kami tidak mau karena itu sudah melanggar peraturan. Orang-orang kantor (pemilik kapal) kami tetap meminta kami memberangkatkan kapal tanpa surat-surat resmi. Saya menolak, takutnya masalah kami makin bertambah," ujar Waryanto.

Enam ABK WNI lainnyayang terkatung-katung di atas kapal adalah Oskar Raya Bitan (31), Zainal Haris (41), Endrayanto (30), Setiawan Zem Rente (25), Azzumar Sajidin (32), dan Sahbri (27). Mereka dipekerjakan di Taiwan sejak 7 Januari 2019 melalui agen pengerah tenaga kerja PT Maderland Crewing Agency, yang beralamat di Koja, Jakarta Utara. 

Adapun Waryanto, selaku kapten kapal, diberangkatkan ke Taiwan oleh agen Vanguard Ship Management ,yang beralamat di Batam.

"Untuk berangkat kerja ke Taiwan saya juga harus membayar uang sebesar Rp8 juta. Saya sudah lapor agen, malah disuruh ikuti saja apa maunya orang kantor," kata Waryanto.

Pihak kantor mengancam tidak akan membayarkan gaji bulan ini dan menahan ijazah jika mereka tidak menuruti perintah menjalankan kapal, yang saat ini sedang terjerat kasus hukum di wilayah daratan China itu.

"Kami masih cek keberadaan mereka," kata Wandi Adriano dari Konsulat Jenderal RI di Shanghai, saat dikonfirmasi mengenai nasib para pelaut Indonesia yang sampai sekarang masih terkatung-katung itu.

Jika melihat letak geografis, Hong Kong berada di sebelah baratdaya Taiwan, sedangkan Shanghai di sebelah utara.

Waryanto sempat ragu saat diperintah memutar haluan ke Shanghai, yang berada di utara, padahal tugasnya memimpin perjalanan kapal menuju Hong Kong, yang berada di baratdaya.  

Baca juga: Kemlu pulangkan 14 ABK Bintang Jasa dari Myanmar
Baca juga: PPLN Fiji jemput ABK di tengah laut agar salurkan hak pilih

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019