Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengingatkan kembali negara para pihak dalam Konvensi Basel terkait risiko yang sangat berbahaya dari pergerakan lintas batas negara limbah bahan berbahaya beracun (B3).

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Agus Haryono dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Senin (6/5), mengatakan pergerakan lintas batas limbah berbahaya dan beracun menimbulkan risiko tinggi bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan mana pun, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Agus selaku delegasi Indonesia dalam Ban Amendment Ceremony di Sidang ke-14 Konferensi Para Pihak Konvensi Basel, Konvensi Stockholm dan Konvensi Rotterdam di Jenewa, Swiss, Sabtu (4/5).

Lebih lanjut ia mengatakan arus pergerakan limbah global saat ini telah berdampak tidak proporsional terhadap negara-negara berkembang.

“Jaringan perdagangan global yang mengekspor limbah berbahaya dan beracun ke negara-negara berkembang ironisnya justru menjadi bisnis yang menguntungkan,” kata Agus.

Ia mengatakan bagi negara berkembang penanganan limbah berbahaya merupakan masalah yang sulit. Sebagian besar negara berkembang tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi limbah berbahaya dalam upaya melindungi lingkungan dan masyarakat.

Karenanya ia meminta semua pihak dalam Konvensi Basel agar memperkuat dan meningkatkan implementasi amanat Konvensi Basel dengan lebih efektif dan mendukung berlakunya Amendemen atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya.

Agus menyayangkan belum tercapainya kesepakatan dalam pemberlakuan amendemen tersebut, “Kita semua seharusnya tidak goyah dalam mewujudkan apa yang telah kita sepakati dalam Sidang Ketiga Konferensi Para Pihak Konvensi Basel di Jenewa pada tahun 1995 silam”.

Ia menyampaikan apresiasi kepada Aljazair, Islandia, Lebanon, Malawi, Maladewa dan Namibia yang meratifikasi Amendemen atas Konvensi Basel. Kini hanya perlu dua negara lagi untuk meratifikasi sebelum melanjutkan ke tahapan implementasi Amendemen atas Konvensi Basel.

“Keamanan lingkungan global tidak hanya membutuhkan ilmu pengetahuan, namun juga komitmen politik yang kuat. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengambil tindakan dan melakukan yang telah kita bicarakan,” ujar dia.

Laporan terbaru Bank Dunia menyebutkan pada tahun 2050 diperkirakan akan ada 3,40 miliar ton limbah di Bumi. Angka ini terus meningkat dari perhitungan tahun 2016 yang mencapai 2,01 miliar ton limbah.

Indonesia telah melakukan ratifikasi Amendemen atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005.

Delegasi Indonesia dalam Konferensi Para Pihak (COP) dua tahunan yang meninjau dan memutuskan daftar bahan kimia yang akan diatur dan mengkaji dan mengadopsi program kerja dan anggaran kerja serta memutuskan pengaturan limbah yang termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan limbah non B3 dalam perpindahan lintas batas negara tersebut diwakili oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, LIPI dan Perutusan Tetap Republik Indonesia di Jenewa.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019